SANG PENDAMAI
"Rekonsiliator
itu tidak harus terkenal, tidak perlu terkenal dan kalau perlu adalah
orang orang yang sama sekali tidak di kenal. Ia adalah seseorang yang
hanya mengerti bahasa bekerja, dan setelah apa yang ia kerjakan selesai,
maka ia di lupakan".
Kutipan yang mungkin tidak lengkap ini saya
petik dari salah seorang tokoh, ulama sekaligus pejabat penting dalam
struktur NU di salah satu kota Jawa Tengah. Saya tidak berani menyebut
nama, karena dalam tausiyahnya beliau mengatakan agar apa yang ia
sampaikan tidak perlu terlalu di blow up di media. Namun demikian,
rasanya substansi yang beliau sampaikan saya anggap penting untuk di
ketahui, terutama bagi mereka yang konsen terhadap tema tema perdamaian
dan keadilan.
Sang tokoh ini kemudian memaparkan sebuah cerita
menarik bagaimana beliau dan timnya menangani wabah radikalisme atas
nama agama yang begitu marak di kota tempat tinggalnya dan juga terjadi
di tempat lain. Tidak seperti yang biasa kita lihat di permukaan, yang
penanganannya lebih mengedepankan gaya lugas, masif bahkan militeristik.
Rekonsiliator sejati menggunakan cara yang lebih lunak dan terkadang
mesti menabrak pakem yang ada. Penekanannya ada di sisi kemanusiaan.
Setegas apapun karakter seseorang, sekeras apapun tindakan seseorang dan
sejahat apapun dia, tentu ada sisi manusiawinya. Maka pendekatan yang
paling mungkin bisa di lakukan adalah pendekatan kemanusiaan.
Dalam
menangani kasus laskar jihad misalnya, beliau mencontohkan hal kecil
namun menarik untuk di tiru. Ketika para milisi ini berangkat ke medan
'jihad', sudah pasti mereka meninggalkan keluarga yang ada di rumah.
Istri, anak, saudara dan lain sebagainya. Yang mungkin secara ekonomi
akan mengalami kebuntuan akibat di tinggalkan oleh tulang punggungnya.
Dari sinilah tim masuk. Mengumpulkan dana, bersilaturahmi dan membantu
meringankan beban keluarga yang di tinggalkan itu. Tidak cukup sampai di
situ, ketika pelaku (anggota laskar) kemudian tertangkap dan di
jebloskan ke penjara oleh aparat berwenang, tim juga mengirimkan
konselor, pendamping dan pengajar ke penjara.
Yang menarik, semua
yang di lakukan di atas tidak menyertakan simbol simbol, bendera
organisasi atau apa saja yang berpotensi memicu resistensi. Semacam
operasi senyap, di mana sasaran tidak pernah tahu dan tidak sadar bahwa
mereka sedang di upayakan untuk berdamai dengan pihak di seberang. Baru
setelah semua proses selesai, di mana dendam dan kebencian sudah
terkikis, waktu yang akan membukanya.
Sebuah pekerjaan yang
menurut saya sangat cerdas, rapi dan tepat sasaran. Maka ada benarnya,
bahwa rekonsiliator memang harus tidak terkenal. Dia hanya mengerti
bahasa bekerja, tanpa perlu publikasi, tanpa perlu di kenal. Yang dalam
doktrin Gubrak kita mengenal kalimat "Rela Tidak Populer Demi Persatuan
dan Kesatuan Bangsa".
Ada banyak konflik di sekitar kita. Baik
konflik politik, konflik ideologi, konflik etnis dan lain sebagainya.
Yang ke semuanya membutuhkan penanganan komprehensif. Membutuhkan figur
figur yang mengerti bagaimana mengelola konflik agar menjadi energi
positif yang bermanfaat.
# Kalau semua orang sibuk mengurusi kaum santri, lalu siapa yang mengurusi abangannya?
# Kalau semua orang sibuk bertempur, lalu siapa yang menjadi dokternya ?
# Kalau semua orang sibuk menjadi bapak, lalu siapa yang berperan sebagai ibunya ?
Tidak ada komentar