Menunggu Kebangkitan PKB
Saya jadi teringat dengan tulisan KH Nuril Arifin yang berbicara
tentang sosok yang sekarang ini menjadi panglima perang PKB. Artikel itu
memang tidak secara eksplisit menyebut nama Muhaimin Iskandar, akan
tetapi pembaca tentu paham bahwa yang dimaksud tentulah Ketua Umum PKB
sekarang. Dalam artikel itu Gus Nuril mengatakan bahwa sosok Muhaimin
adalah politisi yang tangkas, lincah dan menjadi aktor utama di balik
tergusurnya Naga Hijau dari PKB.
Saya tidak akan menulis
tentang apakah tindakan Muhaimin menggusur Gus Dur itu sebuah kebenaran
konstitusional menurut AD/ART PKB atau tidak. Saya juga akan
mengesampingkan dulu sentimen maupun kemarahan saya terhadap perilaku
Muhaimin terhadap guru politiknya. Dan mencoba melakukan analisis dari
kacamata yang netral.
Satu hal yang perlu di catat, bahwa
politik memang tidak mengenal kawan. Politik adalah seni bertarung
memperebutkan kekuasaan. Seni memimpin pasukan, seni menelikung dan
melumpuhkan lawan. Oleh sebab itu proses tersingkirnya Gus Dur dari PKB
haruslah kita anggap sebagai bagian dari pertarungan politik. Dan mau
tidak mau, kita harus mengakui bahwa Muhaiminlah pemenangnya. Terlepas
apakah kemenangan itu buah tangannnya sendiri atau karena mendapat bala
bantuan dari pihak lain.
Namun demikian, publik mencatat
bahwa kemenangan Muhaimin tidaklah bersifat mutlak. Apa yang menimpa PKB
di 2009 adalah bukti bahwa pertarungan paman dan keponakan itu memiliki
imbas politik. PKB yang di pemilu sebelumnya masih sanggup menggenggam
Jawa Timur harus gigit jari dan merelakan posisinya di rebut partai
lain. Bahkan untuk memenuhi syarat mencalonkan gubernur di Jatimpun, PKB
harus bersusah payah mencari mitra. Di lumbung PKB lainnya yaitu Jawa
Tengah, partai bintang sembilan ini juga kehilangan banyak kursi DPRD.
Dan secara nasional PKB kehilangan separuh atau lebih suara yang pernah
di raih pada pemilu sebelumnya. Ironisnya, untuk pertama kalinya PKB di
salip PKS. Jadi, kemenangan Muhaimin hanyalah mengamankan posisinya
sebagai ketua Umum PKB, dan bukan mengamankan suara PKB.
Menjelang
pemilu 2014, PKB terlihat sangat di untungkan dengan gagalnya PKBIB
(PKB Gus Dur) untuk mengikuti pesta akbar 5 tahunan. Tidak bisa di
bayangkan bagaimana kerasnya kontestasi memperebutkan suara warga NU
jika PKB Gus Dur di loloskan oleh KPU. Kalaupun PKB mampu mempertahankan
suaranya di 2009, akan sulit bagi partai ini untuk mengembalikan
suaranya seperti Pemilu 1999 dan 2004.
Ketidakhadiran
kompetitor yang memiliki irisan massa sama (PKBIB dan PKNU) tentu
menjadikan Muhaimin dan PKB lebih percaya diri menatap pemilu 2014.
Tentu, harus di akui masih ada satu partai tersisa yang memiliki irisan
massa hampir sama dengan PKB. Yaitu PPP. Akan tetapi menurut prediksi
penulis, PKB masih akan menang berebut suara Nahdliyin di banding partai
Ka'bah. Kenapa ?
Secara emosional dan sejarah, PKB lebih
NU daripada PPP. PPP di bentuk dari fusi beberapa partai Islam dan bukan
unsur NU semata. Akan tetapi PKB murni lahir dari gagasan tokoh tokoh
NU kala itu yang menganggap perlunya saluran politik bagi warga NU.
Kedua
faktor regenerasi. Sebagian orang menganggap 2014 adalah tahun dimana
generasi muda berperan lebih banyak dari sebelumnya. Maka tak heran
banyak partai ramai ramai merekrut kaum muda dalam barisannya. Anas
Urbaningrum memimpin Partai Demokrat, Nasdem memasang Patrice Rio
Capella, dan PKSpun akhirnya memasang tokoh muda, Anis Matta.
Menampilkan figur figur muda juga di lakukan oleh partai partai lain.
Dengan memberi posisi strategis kepada kaum muda atau memaksimalkan
sayap kepemudaan partai. Memang, beberapa partai semisal Nasdem dan
Demokrat akhirnya menggusur Ketua Umumnya yang di isi anak muda, namun
tetap saja secara umum peranan kaum muda di era ini lebih di tonjolkan.
Dari segi ini PKB jelas lebih 'hijau' di banding PPP. Ketua Umum PKB
adalah generasi muda, sementara PPP masih di komandani generasi tua. Dan
jika di banding dengan semua ketua umum partai, mungkin Muhaimin yang
paling muda.
Ketiga tentu saja manuver manuver politik PKB
akhir akhir ini yang terlihat lebih mobile, agresif dan sangat percaya
diri. Untuk level partai menengah, harus di akui PKB lebih lincah dan
gesit dalam rangka mendominasi pemberitaan media. PKS mungkin lebih
sering di beritakan. Akan tetapi beritanya justru lebih banyak yang
negatif. Sementara PAN dan PPP meski jarang di beritakan negatif, akan
tetapi kedua partai ini sangat minim bermanuver. Sementara Hanura dan
Nasdem, lebih banyak berita pencitraan alias iklan daripada move move
politik. Kecuali memang Gerindra. Partai ini sering di persepsikan
positif karena di sana ada simbol yang laku di jual, yaitu Prabowo
Subianto.
Ambil contoh pencapresan Rhoma Irama, Mahfudz MD
dan JK. Menurut saya, ini adalah manuver yang sangat cerdas dari PKB.
Memang, secara logika pencapresan itu terkesan di paksakan atau malah di
anggap hanya dagelan politik. Bukan karena ketiga tokoh itu tidak layak
semua, tetapi karena publik tidak yakin PKB akan mampu mengumpulkan
suara minimal 20% demi mengusung capres sendiri. Jangankan 20%,
separuhnya saja masih sulit terwujud. Artinya pencapresan itu hanya akan
sia sia belaka.
Namun demikian patut kita cerna, bahwa
politik bukan sekedar logika. Politik juga menyangkut seni, psywar
(perang urat syaraf), seni mempengaruhi publik dan lain sebagainya.
Pencapresan Rhoma Irama misalnya, kendati di jejaring sosial sering di
jadikan bahan olok olok, tapi memiliki implikasi psikologis yang tidak
terfikirkan.
Seperti kita tahu, Rhoma Irama sejak jaman
Orde Baru seringkali di identifikasikan sebagai 'ikon' tidak resmi PPP.
Raja dangdut ini diketahui sering ikut ambil bagian dalam acara acara
PPP. Citra Rhoma Irama sebagai 'pendukung' PPP sudah terlanjur melekat
di pikiran publik. Maka ketika Rhoma Irama pindah haluan, sedikit banyak
akan mempengaruhi suara PPP. Dan kita mesti ingat, Rhoma Irama adalah
tokoh yang lahir di Tasikmalaya. Sebuah kawasan santri yang sejak dulu
menjadi basis PPP di Jawa Barat. Mungkin keberadaan Rhoma Irama tidak
berpengaruh di tempat lain, akan tetapi dukungannya ke PKB berpotensi
menggusur basis PPP di kampung halaman dia. Survey Tampoll Gubrak
tentang capres beberapa saat lalu mengindikasikan demikian. Di
Tasikmalaya, nama Rhoma Irama cukup di apresiasi.
Kemudian
Mahfudz MD. Kiprahnya di MK yang terkenal bersih adalah garansi bahwa
figur ini berpotensi menaikkan rating PKB. Survey kami beberapa waktu
lalu juga menyebut bahwa mantan ketua MK ini tidak hanya mendapat
dukungan signifikan dari warga NU yang memilih PKB, akan tetapi juga
dari lintas partai, bahkan PKS. Kalau ada koalisi partai Islam, nama
Mahfudz MD kemungkinan akan menjadi salah satu yang akan di ajukan
sebagai capres.
Wacana pencapresan JK juga tak kalah
menariknya sebagai bagian dari manuver politik PKB. Walaupun wacana ini
tidak terlalu di anggap serius oleh publik dan juga oleh JK sendiri,
akan tetapi efek dari sebuah berita tentu ada. Walaupun sudah tidak lagi
memegang jabatan sebagai ketua Umum Golkar akan tetapi JK tetap
memiliki pendukung yang lumayan besar. Dalam survey kami bahkan JK mampu
mengalahkan Jokowi di Indonesia Timur khususnya Sulawesi. Pencapresan
JK tentu terobosan tersendiri. Minimal memberi harapan kepada
pendukungnya yang cukup banyak di Indonesia Timur. Sebuah perjudian yang
menurut penulis tanpa modal. Kalau berhasil, berarti PKB akan memiliki
kekuatan di Indonesia Timur, kalaupun gagal menggelorakan wacana ini,
PKB juga tidak rugi. Toh di Indonesia Timur PKB tak terlalu banyak
pendukung.
Manuver politik PKB sepertinya tidak berhenti
dengan menggergaji basis PPP maupun merebut simpati pendukung JK. Tapi
ada setidaknya satu move lagi yang kemungkinan memiliki efek besar dan
berantai. Yaitu masuknya pengusaha kakap Rusdi Kirana. Bos Lion Air ini
bukan pengusaha sembarangan. Dia termasuk orang terkaya di Indonesia
nomer 28. Kekayaaannya mencapai 10 trilyun lebih. Sebelum konvensi
Partai Demokrat di gelar, pengusaha keturunan Tionghoa ini sempat di
rayu untuk mengikuti konvensi namun akhirnya mundur. Rusdi Kirana
kemudian memilih bergabung dengan PKB dan di beri posisi prestisius
yakni wakil Ketua Umum. Jabatan yang hanya satu strip dibawah Ketua
Umum.
Mengikuti jejak Hanura yang merekrut pengusaha (Hary
Tanoe), PKB juga melakukan perjudian dengan merekrut pengusaha. Jabatan
wakil ketua umum tentu tidak di dapat dengan gratis. Sudah pasti PKB
menginginkan hal lebih dari hadirnya Rusdi Kirana. Mengenai logistik dan
amunisi menghadapi pertempuran akbar 2014. Untuk perang udara, terutama
di media, yang paling banyak menghabiskan dana, PKB sudah pasti tak
perlu risau lagi.
Apakah manuver cantik dan lincah yang di peragakan Muhaimin dan PKB itu akan memiliki implikasi positif di bilik suara ?.
Kita lihat saja nanti...
Oleh : Dhan Gubrack
Tidak ada komentar