POLLING : GERINDRA MENANGKAN PEMILU, DEMOKRAT JEBLOK
Setidaknya itu yang tergambar
dalam polling yang di selenggarakan Team Polling Gubrak (Tampoll Gubrak) yang
di mulai 6 Februari – 12 Maret 2013. Polling yang menggunakan metode pertanyaan
melalui pesan pendek jejaring sosial (Facebook) ini menjangkau seluruh provinsi
di Pulau Jawa dan Bali dengan melibatkan 1.335 pengguna jejaring sosial.
Pertanyaan yang kami ajukan adalah :
(Pic : viva.co.id)
(Pict : pppic.com)
Jika Pemilu Legislatif di gelar
sekarang, Partai Politik mana yang akan anda pilih ?
Kami memberikan 10 pilihan nama
nama Partai Politik yang telah di sahkan KPU untuk mengikuti Pemilu serta
pilihan ke 11 bagi responden yang belum menentukan pilihan atau menyatakan
golput. Metode pengambilan samplenya kami lakukan secara acak, proporsional dan
tentu saja hampir sebagian besar (kurang lebih 80-90%) belum berteman dengan
relawan survey kami. Dan untuk lebih menjaga independensi, kami juga berusaha
untuk tidak mengirim pertanyaan kepada responden yang memiliki mutual friend
banyak. Walaupun responden itu sendiri belum berteman dengan relawan kita.
Gerindra Rebut DKI Jakarta dan
Meraih Suara Signifikan di Hampir Semua Provinsi
Dalam polling sebelumnya, yakni
polling menggunakan metode mengirimkan pesan
pendek melalui nomer ponsel anggota Gubrak se Indonesia beberapa bulan lalu,
popularitas partai besutan mantan Danjen Kopassus Prabowo Subianto ini
sebenarnya sudah mulai terbaca. Setidaknya Gerindra lebih banyak di minati
Gubraker di banding partai gajah lainnya semacam Golkar, PDI Perjuangan dan
Demokrat. Survey itu tentu saja mengejutkan bagi kami. Apalagi kita ketahui,
walaupun banyak lembaga survey memprediksi Gerindra akan mengalami peningkatan
pesat di Pemilu 2014, akan tetapi angkanya tidak sampai mengungguli Golkar
maupun PDI Perjuangan. Bahkan beberapa lembaga survey hanya menempatkan
Gerindra di bawah Partai Demokrat.
Ini pula yang melecut Tampoll
Gubrak untuk menggelar polling susulan dengan menggunakan media lain (jejaring
sosial) untuk menguji apakah suara Gubraker itu benar benar linier dengan
keinginan masyarakat lain. Walaupun area yang kami ambil lebih sempit, yaitu
Pulau Jawa dan Bali, akan tetapi secara kualitas dan kuantitas polling kami
kali ini jauh lebih baik. Apalagi seperti kita tahu, pemilih yang berada di
Jawa-Bali setidaknya mewakili separuh dari total pemilih Indonesia. Jadi bisa
di bilang kawasan ini menjadi barometer seluruh wilayah Indonesia.
Lalu daerah mana saja yang
berpotensi menjadi lumbung suara Partai Gerindra ?
Setidaknya kami mencatat ada dua
daerah dimana Gerindra mendapat perolehan suara besar. Yaitu DKI Jakarta dan
Jawa Tengah. Di ibukota, partai yang baru sekali ikut pemilu dan hanya
mendapatkan suara sedikit di atas ambang batas di 2009 ini terlihat superior.
Di pilih oleh 17,92% responden, jauh di atas para pesaingnya yang rata rata
memperoleh dukungan di bawah 7%. Suara signifikan juga di peroleh di Jawa
Tengah, 13,46%. Unggul atas PKB di peringkat dua yang mendapatkan poin 11,26%
dan PDI Perjuangan di posisi ketiga dengan dukungan 6,59%.
Selain di kedua wilayah itu,
dukungan responden terhadap Gerindra di tempat lain juga cukup besar. Partai
berlambang kepala burung garuda ini selalu masuk 3 besar di setiap provinsi di
Jawa – Bali. D Jawa Timur misalnya, kendati masih berada di bawah PKB (15,13%) dan
PDI Perjuangan (8,30%), suara Partai Gerindra juga cukup besar. Yakni 7,41%.
Tingkat penyebarannyapun cukup merata di hampir setiap kabupaten/kota. Bahkan
di Surabaya, Gerindra di perkirakan unggul.
Kita bergeser ke Jawa Barat di
mana PKS dan Golkar masih cukup kuat menancapkan dominasinya. Di wilayah ini
Gerindra bercokol di posisi 3 dengan raihan sebesar 9%. Hampir sama dengan daerah lain, tingkat
penyebaran pemilih Gerindra juga cukup merata. Tak pelak, ini menjadikan
Gerindra sebagai kuda hitam di Jawa Barat. Dan jika trendnya terus positif,
bukan tidak mungkin partai dengan nomor urut 6 ini mengkudeta Golkar dan PKS
yang menduduki peringkat pertama dan kedua dengan torehan angka sama sama
11,75%.
Alasan responden memilih Gerindra
sebenarnya sederhana, mereka lebih banyak melihat figur Prabowo Subianto. Dan
hampir kebanyakan pemilih Gerindra adalah mereka yang menginginkan Prabowo
menjadi Presiden RI di 2014 nanti. Artinya, tesis bahwa elektabilitas Prabowo
yang jauh meninggalkan partainya terpatahkan sudah. Mereka yang menginginkan
Prabowo menjadi Presiden RI sebagian besar akhirnya juga melabuhkan pilihannya
pada Gerindra.
Demokrat Hancur di Semua Tempat
Pada tahun 2009 lalu, Partai
Demokrat menjadi jawara di hampir semua provinsi di Jawa. Merebut Jawa Timur
dari tangan PKB, mendapatkan dukungan besar di Jawa Tengah, menang di Jawa
Barat dan paling prestisius adalah memegang kendali di DKI Jakarta. Namun untuk
pemilu 2014, Partai Demokrat sepertinya tak akan mampu lagi mengulang sejarah.
Tidak satupun daerah di Pulau Jawa, Madura dan Bali yang sanggup di menangkan
Demokrat. Bukan saja gagal mengulang sejarah, bahkan untuk memperoleh suara
yang sama di pemilu 2004 (sekitar 7%) pun rasanya sangat berat bagi partai yang
di besut Susilo Bambang Yudhoyono ini. Alih alih mempertahankan suaranya di awal
ikut pemilu, Demokrat justru terjerembab di papan bawah dengan dukungan rata
rata 2,5% di setiap provinsi dan hanya unggul tipis dari Nasdem, PAN dan Partai
Hanura yang menduduki peringkat terbawah.
Dan lagi lagi biang keladinya
adalah kasus kasus korupsi yang menimpa kader kadernya. Angka 2,5% sudah pasti
menjadi kabar buruk bagi Demokrat. Jika tidak segera di cari formula yang
tepat, boleh jadi partai yang sempat fenomenal di 2009 ini bakal tinggal
kenangan.
(Pict : berdikarionline.com)
Tak Ada Pilihan Lain, Nahdliyin
Balik Kandang ke PKB
Selain fenomena kemenangan
Gerindra, dukungan luar biasa responden terhadap PKB juga menjadi bagian dari
kejutan tersendiri yang mungkin akan terjadi di 2014. Partai yang di
deklarasikan ulama ulama besar semisal, KH Abdurahman Wahid, KH Musthofa Bisri,
KH Ilyas Ruchiyat dan lain lain ini di prediksikan akan mengalami banyak
kemajuan di 2014. Merebut kembali dominasinya di Jawa Timur, berpotensi menang
di Jawa Tengah serta Yogyakarta dan moncer di DKI maupun Banten.
Di Jawa Timur misalnya, PKB di
perkirakan akan kembali merebut daerah daerah yang dulu sempat menjadi lumbung
suaranya di Pemilu 1999 dan 2004. Seperti di wilayah Tapal Kuda, Pantura
(Gresik, Lamongan,Tuban) dan Jawa Timur bagian tengah. PKB juga berpotensi
meraih suara signifikan di wilayah Mataraman.
Di Jawa Tengah, kekuatan PKB
terlihat jelas di pesisir utara. Membentang dari Rembang hingga Brebes. Tidak
hanya di utara saja, di wilayah eks karesidenan Magelang, PKB juga tampil eksis
dan berpeluang merebut beberapa kabupaten. Begitu pula dengan kawasan
Banyumasan. Suara PKB di kawasan ini di perkirakan akan mengalami peningkatan.
Satu satunya daerah yang sulit di tembus PKB hanyalah Solo Raya
Lantas, alasan apa gerangan yang
membuat PKB begitu mengejutkan ?.
Pertama ideologi. Kendati tidak
secara jelas menyatakan sebagai partai NU, akan tetapi akar sejarah PKB tidak
bisa di lepaskan dari faktor NU. Tentu, ada partai lain selain PKB yang sama
sama berangkat dari basis Islam tradisional. Akan tetapi PKB tentu berbeda.
Jika PPP lahir akibat fusi dari beberapa partai Islam, PKB murni di bentuk oleh
tokoh tokoh NU. Ini yang menjadikan PKB lebih berwarna NU daripada partai manapun.
Kedua, minimnya pilihan.
Keputusan KPU yang hanya meloloskan 10 parpol nasional tak pelak menjadi berkah
tersendiri bagi PKB. Setelah sekian pemilu harus berkompetisi dengan banyak
partai berbasis massa sama, kini PKB cukup berlega hati karena nyaris hanya PPP
yang menjadi kompetitornya. Banyak responden yang mengatakan kepada kami bahwa
mereka tak punya pilihan lain selain memilih PKB. Terlepas ketidaksetujuan
mereka terhadap kepemimpinan Muhaimin. PKB, oleh sebagian warga Nahdliyin masih
di anggap sebagai representasi politik NU.
Ketiga, kasus kasus korupsi yang
melanda partai sekuler. Tentu saja ini masih menjadi tanda tanya. Sebab, kasus
kasus korupsi tidak hanya melibatkan partai partai nasionalis, tapi juga partai
berbasis agama. Namun demikian, persepsi masyarakat bisa jadi berbeda. Dalam
pandangan masyarakat, biang korupsinya tentu saja adalah pemegang tampuk
kekuasaan. Di mana di sana di dominasi oleh partai partai sekuler, baik di
kekuasaan legislatif maupun eksekutif. Sementara partai partai berbasis agama
hanya berperan sebagai pelengkap. Jadi kalau di ukur dosanya, tentu partai
sekuler lebih banyak berlumuran dosa di banding partai berbasis agama.
Keempat, menguatnya semangat
sektarian. Setuju atau tidak, sektarianisme yang melanda umat Islam secara tidak langsung berpengaruh
positif terhadap popularitas partai agama. Di Indonesia, kita mengenal adanya
dua varian besar umat Islam. Tradisional dan modernis. Tradisional di wakili
oleh NU, sementara modernis di wakili oleh Muhammadiyah. Tentu saja pembagian
ini tidak seluruhnya benar. Akan tetapi juga tidak sepenuhnya salah. Walaupun
keduanya sama sama mengklaim diri muslim, akan tetapi faktanya terdapat banyak
perbedaan. Dalam hal pilihan politik maupun amaliah keagamaan. Dalam politik,
kaum tradisional cenderung memilih partai berbasis NU maupun partai tengah yang
mengakomodir kepentingan mereka. Sementara kaum modernis lebih suka melabuhkan
pilihannya pada partai yang secara genetika sama. Misalnya PAN maupun PKS.
Di akar rumput, kedua varian ini
juga tidak sepenuhnya bisa di damaikan. Perdebatan perdebatan klasik mengenai
amaliah keagamaan hingga periode ini masih menggejala di kalangan masyarakat
dan seolah tak pernah ada habisnya. Di jejaring sosial misalnya, banyak sekali
kita temukan komunitas komunitas maupun individu yang mengangkat tema tema
klasik semacam tahlil, ziarah kubur, maulid dan lain lain. Perdebatan lain soal
apakah agama harus menjadi bagian dari politik atau tidak juga terus di
dengungkan. Akibatnya, secara tidak sadar masyarakat terkristalisasi dan
terkonsolidasi ke dalam dua kubu. Dan bisa di tebak, permasalahan itu juga
terseret ke ranah politik. Mereka akan
berlomba lomba mencari penopang politik untuk memperkuat posisinya. Kaum tradisional
akan berusaha sekuat mungkin mencegah partai di mana banyak kaum modernis
bernaung di bawahnya, menang. Sementara kaum modernis juga tak mau ketinggalan
untuk mengulang kembali kisah pemilu 2009 dimana partai mereka bisa mengungguli
partai milik kaum tradisional.
Dan apa yang tergambar di dalam
polling Gubrak kali ini mengindikasikan demikian. Ketika di satu sisi PKB
mengalami peningkatan luar biasa, di saat yang bersamaan PKS juga di
prediksikan mengalami penguatan. Setidaknya, untuk sementara waktu
elektabilitas partai bulan sabit kembar ini mampu bercokol di posisi 4 dengan
torehan angka sebesar 6,29%. Kasus kasus korupsi yang menimpa elite PKS maupun
PKB seolah tak memiliki pengaruh signifikan.
(Pict : indonesiarayanews.com)
PDI Perjuangan dan Golkar kemana
?
Polling Gubrak kali ini juga
menyajikan kejutan lain. Di mana Golkar dan PDI Perjuangan sudah tidak di
anggap lagi sebagai kekuatan politik yang menakutkan. PDI Perjuangan walaupun
dalam polling masih cukup populer, akan tetapi tidak terlihat mengalami
peningkatan. Mereka hanya mampu mempertahankan dominasinya secara pasti di
pulau Bali dan terlihat kuat di Banten, tapi melemah di tempat lain. Setali
tiga uang, Golkar juga mengalami nasib serupa. Partai beringin di prediksi
hanya mampu unggul di Jawa Barat, tapi tidak terlalu populer di tempat lain.
Penyebab utamanya sudah pasti figur
pemimpin kedua partai yang tidak memiliki nilai tambah untuk menarik dukungan
lebih luas dari masyarakat. Megawati di anggap representasi kaum tua dan di
ragukan mampu tampil prima memimpin Indonesia. Sementara keberadaan Aburizal
Bakrie yang elektabilitasnya lebih rendah dari partai Golkar justru menjadi
persoalan tersendiri. Alih alih pencalonan dirinya sebagai capres bisa
menaikkan elektabilitas partai, justru yang terjadi elektabilitas Partai Golkar
berpotensi terjun bebas seiring rendahnya dukungan masyarakat terhadap Aburizal
Bakrie.
Baik PDI Perjuangan maupun Partai
Golkar seharusnya berpikir realistis. PDI Perjuangan misalnya, harus berani
mewacanakan figur figur baru yang layak di jual dan berpotensi menambah suara
partai. Sementara Golkar, ada baiknya melakukan koreksi atas pencalonan ARB. Golkar
harus belajar pengalamannya di masa silam ketika membuka kran lebar lebar bagi
masuknya kandidat di luar partai melalui mekanisme konvensi. Kendati pemenang
konvensi gagal meraih kursi presiden, namun secara organisasi, Golkar di
apresiasi masyarakat.
Namun demikian, ini semua hanya
sebatas polling. Segala kemungkinan bisa saja terjadi. Apalagi angka responden
yang belum menentukan cukup tinggi. Yaitu di kisaran angka 47%. Belum lagi
polling ini hanya menyasar responden di pulau Jawa, Madura dan Bali. Kami belum
mengetahui persis, bagaimana situasi di luar Jawa. Akan tetapi, jika kita
belajar dari pemilu ke pemilu, apa yang terjadi di pulau Jawa biasanya juga
akan berimbas ke luar Jawa.
Di bawah ini adalah hasil Polling
Area : Pulau Jawa, Madura dan
Bali
Populasi : 60% dari total
penduduk Indonesia
Kursi DPR RI : 315 (56,25%) dari
560 Kursi DPR RI
Jumlah Responden : 1335
Rincian
1. Partai Nasional Demokrat :
3,52%
2. Partai Kebangkitan Bangsa :
9,36%
3. Partai Keadilan Sejahtera :
6,29%
4. Partai Demokrasi Indonesia
Perjuangan : 7,41%
5. Partai Golongan Karya : 5,69%
6. Partai Gerakan Indonesia Raya
: 10,48%
7. Partai Demokrat : 2,54%
8. Partai Amanat Nasional : 2,47%
9. Partai Persatuan Pembangunan :
3,59%
10. Partai Hati Nurani : 1,42%
11. ABSTAIN : 47,94%
TOTAL SAMPLE : 1335
Tidak ada komentar