Menanti Tuah Megawati Di Pilgub Bali
Sempat memenangkan Pilgub DKI, lalu berturut turut jagonya
kandas di beberapa ajang pilkada (semisal Jawa Barat dan Sumatera Utara) sepertinya
tak membuat Megawati merasa jera untuk terus memasang calon calon kepala daerah
yang berasal dari kader internal. Hingga hari ini,Megawati tak henti hentinya mempertontonkan akrobat
politik yang terkadang di mata banyak orang di anggap kurang kalkulatif dan
gegabah. Pilgub Jawa Barat adalah salah satu contoh, di mana ‘kengototan’
Megawati dalam mengusung kader internal dan tanpa partner koalisi pula akhirnya
berujung pada kekalahan jago PDI Perjuangan. Yang lebih tragis lagi, perolehan
suara cagub – cawagub usungan PDI Perjuangan hanya terpaut beberapa persen dari
pemenang pilkada.
2. Mangku Pastika –Sudikerta : 15 atau 29,41%
3. Belum Menentukan : 11 atau 21,56%
Saya sendiri membayangkan, andaikata Megawati bersedia
kompromi dengan kekuatan politik lain semisal Gerindra saja, situasinya bisa
jadi akan berbeda. Rieke Dyah Pitaloka dan pasangannya berpeluang besar untuk
menang. Apalagi seperti kita tahu, sejak awal Prabowo sangat bernafsu mengusung
Teten Masduki. Belajar dari pilkada DKI, kehadiran Gerindra sebagai partner PDI
Perjuangan nyatanya menghasilkan sebuah kolaborasi yang begitu dahsyat dan
secara luar biasa membalikkan prediksi banyak kalangan.
Tapi nyatanya fakta berkata lain. Entah karena trauma dengan
kejadian di DKI, dimana PDI Perjuangan merasa di ‘tipu’ oleh Gerindra ataukah
ada visi lain yang jauh lebih besar, yang jelas pada even even selanjutnya,
Megawati sebagai pemimpin tertinggi partai tampak makin ngotot untuk mengusung
kadernya sendiri. Terlepas apakah hasilnya memuaskan atau mengecewakan.
Lalu apa kira kira yang melatar belakangi langkah langkah
taktis PDI Perjuangan dan Megawati di ajang ajang pilkada itu ?
Pertama, Megawati sepertinya ingin membuat garis batas yang
tegas antara dia dan lawan lawan politiknya. Ini penting untuk melindungi
partai dari pengaruh dan intervensi kekuatan politik lain yang mungkin saja
masuk dan mengambil keuntungan. Megawati tak ubahnya Achilles dalam film Troy
yang walaupun ikut serta menyerbu kota Troya, tapi menolak unit militernya di
kooptasi oleh penguasa di atasnya. Ia dan pasukannya memilih diam ketika ribuan
tentara Yunani lainnya menggedor benteng Troya. Tapi ketika situasi
memungkinkan, ia bergerak sendiri tanpa harus menunggu komando atasannya.
Petarung sejati semacam ini yang saya pikir jarang kita temukan di negeri ini.
Sebagian politisi hanya mengedepankan oportonity. Dalam bahasa lain, hanya
mementingkan kemenangan semata.
Kedua, Megawati ingin menguji kekuatan dan kesiapannya untuk
merebut kembali kemenangan yang pernah di raihnya di tahun 1999. Pilkada bagi
semua partai politik di anggap sebagai ajang pemanasan dalam merebut supremasi
sebagai kampium pemilu. Maka prestasi prestasi di tingkat lokal bisa di katakan
sebagai indikasi awal bagaimana sesungguhnya peluang sebuah partai di kancah
nasional. Megawati tampaknya sangat serius menggarap even even lokal seperti
ini. Berbeda dengan Partai Demokrat yang walaupun merupakan pemenang pemilu dan
pemilik kursi terbanyak di legislatif pusat hingga daerah, tapi dalam banyak
ajang nyatanya kurang percaya diri. PDI Perjuangan cukup unik. Dia hanya
bersedia koalisi jika kursi di DPRD tidak memungkinkan untuk mengusung sendiri,
tapi kalau di rasa cukup, PDI Perjuangan lebih memilih melaju sendirian. Tidak
ada rasa takut sedikitpun, walau akhirnya harus di keroyok oleh gabungan partai
partai politik.
Ketiga, Megawati ingin memberikan pelajaran berharga bagi
perpolitikan tanah air. Sejelek apapun, sekorup apapun, partai politik tetaplah
merupakan wadah utama bagi proses kaderisasi calon calon pemimpin bangsa. Dari
partai politik inilah masa depan sebuah bangsa di tentukan. Negara yang kuat
haruslah di topang oleh partai politik yang kuat, solid, terstruktur dan di
kelola dengan baik. Partai yang buruk secara organisasi, mustahil akan
melahirkan calon pemimpin yang handal. Apa yang di lakukan oleh Megawati,
adalah pelajaran yang sangat berharga. Dalam politik, opportunity kadang
menguntungkan, minimal untuk jangka pendek. Tapi menina bobokan dalam jangka
panjang. Mereka yang di didik melalui proses berjenjang dalam sebuah organisasi tentu
berbeda dengan calon pemimpin yang tiba tiba masuk lalu menduduki posisi
penting. Kemelut di partai Demokrat saya pikir bisa di jadikan referensi bagi
kita semua. Partai yang di bangun tanpa melalui proses kaderisasi yang baik,
nyatanya dalam sekejap bisa hancur lebur di landa konflik. Ibarat sebuah tim
sepakbola, taburan bintang ternyata tidak selamanya menjamin kemenangan jika
pengorganisasiannya di lakukan secara buruk.
Pilgub Bali, Pembuktian Kapasitas Megawati ?
Setelah kekalahan PDI Perjuangan di Jawa Barat dan Sumut,
partai yang komandani Presiden ke 5 RI ini kembali mengusung sendirian jagonya
di ajang pilgub Bali. Adalah Anak Agung Puspayoga – Sukrawan, yang merupakan
kader internal PDI Perjuangan yang di gadang gadang bisa menjungkalkan sang
petahana Made Mangku Pastika – Ketut Sudikerta. Hampir semua partai politik
yang memiliki kursi di DPRD I Bali berada di kubu Pasti Kerta (Pastika –
Sudikerta), sementara pasangan Puspayoga (wagub Bali sekarang) dan Sukrawan
hanya di usung sendirian oleh PDI Perjuangan.
Secara matematis, pasangan Puspayoga – Sukrawan (PAS)
memiliki modal 43,63%. Itu jika di lihat dari perolehan kursi DPRD I PDI
Perjuangan pada pemilu 2009 silam. Sementara lawannya, Pastika – Sudikerta di usung hampir semua partai pemilik kursi
DPRD I (Partai Golkar, Partai Demokrat, Partai Amanat Nasional , Partai Hati
Nurani Rakyat, Partai Nasional Benteng Kerakyatan, Partai Karya Perjuangan,
Partai Karya Peduli Bangsa, dan Partai Pakar Pangan) memiliki kursi DPRD I Bali
sejumlah 30 kursi (54,5%). Mengacu pada perimbangan kursi di legislatif, tentu kubu
Pasti Kerta lebih unggul. Akan tetapi seperti halnya pilkada di tempat lain,
faktor partai bukanlah satu satunya penentu kemenangan. Figur kandidat biasanya
juga menjadi acuan penting bagi kemenangan calon.
Secara kecil kecilan kami mengadakan survey melalui jejaring
sosial (facebook) untuk mengukur elektabilitas calon. Responden kami ambil
secara acak. Sebagian adalah responden yang berteman dengan akun kami, sebagian
lagi tidak. Jumlah responden tidak banyak. Hanya 51 responden. Ini di karenakan
ajang Pilgub Bali tidak termasuk dalam rencana kerja utama Team Polling Gubrak
(Tampoll Gubrak). Pun demikian, hasil polling ini semoga saja bisa menjadi
gambaran bagaimana sesungguhnya pertarungan antar dua calon di Bali.
Berikut Hasil Polling yang di lakukan Team Polling Gubrak
pada tanggal 22 April – 4 Mei 2013
1. Ngurah Puspayoga - Sukrawan : 25 atau 49,01%
Afiliasi Politik Responden
1. PDIP : 15 (60%)
2. Gerindra : 2 (8%)
3. Hanura : 1 (4%)
4. Tidak Tahu : 7 (28%)
2. Gerindra : 2 (8%)
3. Hanura : 1 (4%)
4. Tidak Tahu : 7 (28%)
2. Mangku Pastika –Sudikerta : 15 atau 29,41%
Afiliasi Politik Responden
1. Golkar : 6 (40%)
2. PDIP : 2 (13,33%)
3. Gerindra : 2 (13,33%)
4. Hanura : 1 (6,66%)
5. Demokrat : 1 (6,66%)
6. PKPI : 1 (6,66%)
7. Tidak Tahu : 2 (13,33%)
2. PDIP : 2 (13,33%)
3. Gerindra : 2 (13,33%)
4. Hanura : 1 (6,66%)
5. Demokrat : 1 (6,66%)
6. PKPI : 1 (6,66%)
7. Tidak Tahu : 2 (13,33%)
3. Belum Menentukan : 11 atau 21,56%
Total : 51
Margin Error : 5 %
Dari survey yang walaupun jumlahnya belum bisa di katakan
memenuhi syarat, akan tetapi ada yang menarik bagi kami. Yaitu pertempuran
antara PDI Perjuangan dan Partai Golkar. 60% pemilih pasangan PAS adalah
pendukung PDI Perjuangan, sementara 40% pemilih pasangan Pasti Kerta adalah
simpatisan Partai Golkar. Rivalitas ini kemungkinan akan berlanjut di pemilu
2014. Dimana Golkar tetap menjadi rival terdekat bagi PDI Perjuangan dalam
berebut pengaruh di Bali. Namun demikian, ini hanya sekedar polling. Bukan
hasil resmi. Segala sesuatunya bisa saja berubah di detik detik terakhir.
Bagi Megawati, Bali adalah salah satu lumbung strategis dan
basis tradisional PDI Perjuangan. Di tempat ini PDI Perjuangan selalu menang. Bali
boleh di bilang sebagai tempat yang pas untuk menguji kemampuan mesin PDI
Perjuangan dalam mengamankan basisnya. Pilkada kali ini juga menjadi pintu
masuk bagi perhelatan selanjutnya di tempat lain semisal Jawa Tengah. Di mana
PDI Perjuangan juga mengusung calonnya tanpa koalisi. Kalau PDI Perjuangan
sukses mengunci Bali, boleh jadi partai ini juga memiliki peluang mengunci Jawa
Tengah. Tap jika gagal, kans Ganjar Pranowo – Heru Sudjatmoko di Jateng
kemungkinan juga terancam. Dan imbas lainnya bisa jadi juga akan mengancam
peluang calon usungan PDI Perjuangan di Jawa Timur.
Oleh : Dhan Gubrack, analis Politik Gubrak dan Direktur Team Polling Gubrak (Tampoll Gubrak)
Oleh : Dhan Gubrack, analis Politik Gubrak dan Direktur Team Polling Gubrak (Tampoll Gubrak)
Tidak ada komentar