Breaking News

Menanti Tuah Megawati Di Pilgub Bali

Sempat memenangkan Pilgub DKI, lalu berturut turut jagonya kandas di beberapa ajang pilkada (semisal Jawa Barat dan Sumatera Utara) sepertinya tak membuat Megawati merasa jera untuk terus memasang calon calon kepala daerah yang berasal dari kader internal. Hingga hari ini,Megawati tak henti hentinya mempertontonkan akrobat politik yang terkadang di mata banyak orang di anggap kurang kalkulatif dan gegabah. Pilgub Jawa Barat adalah salah satu contoh, di mana ‘kengototan’ Megawati dalam mengusung kader internal dan tanpa partner koalisi pula akhirnya berujung pada kekalahan jago PDI Perjuangan. Yang lebih tragis lagi, perolehan suara cagub – cawagub usungan PDI Perjuangan hanya terpaut beberapa persen dari pemenang pilkada.

Saya sendiri membayangkan, andaikata Megawati bersedia kompromi dengan kekuatan politik lain semisal Gerindra saja, situasinya bisa jadi akan berbeda. Rieke Dyah Pitaloka dan pasangannya berpeluang besar untuk menang. Apalagi seperti kita tahu, sejak awal Prabowo sangat bernafsu mengusung Teten Masduki. Belajar dari pilkada DKI, kehadiran Gerindra sebagai partner PDI Perjuangan nyatanya menghasilkan sebuah kolaborasi yang begitu dahsyat dan secara luar biasa membalikkan prediksi banyak kalangan.

Tapi nyatanya fakta berkata lain. Entah karena trauma dengan kejadian di DKI, dimana PDI Perjuangan merasa di ‘tipu’ oleh Gerindra ataukah ada visi lain yang jauh lebih besar, yang jelas pada even even selanjutnya, Megawati sebagai pemimpin tertinggi partai tampak makin ngotot untuk mengusung kadernya sendiri. Terlepas apakah hasilnya memuaskan atau mengecewakan.

Lalu apa kira kira yang melatar belakangi langkah langkah taktis PDI Perjuangan dan Megawati di ajang ajang pilkada itu ?


Pertama, Megawati sepertinya ingin membuat garis batas yang tegas antara dia dan lawan lawan politiknya. Ini penting untuk melindungi partai dari pengaruh dan intervensi kekuatan politik lain yang mungkin saja masuk dan mengambil keuntungan. Megawati tak ubahnya Achilles dalam film Troy yang walaupun ikut serta menyerbu kota Troya, tapi menolak unit militernya di kooptasi oleh penguasa di atasnya. Ia dan pasukannya memilih diam ketika ribuan tentara Yunani lainnya menggedor benteng Troya. Tapi ketika situasi memungkinkan, ia bergerak sendiri tanpa harus menunggu komando atasannya. Petarung sejati semacam ini yang saya pikir jarang kita temukan di negeri ini. Sebagian politisi hanya mengedepankan oportonity. Dalam bahasa lain, hanya mementingkan kemenangan semata.


Kedua, Megawati ingin menguji kekuatan dan kesiapannya untuk merebut kembali kemenangan yang pernah di raihnya di tahun 1999. Pilkada bagi semua partai politik di anggap sebagai ajang pemanasan dalam merebut supremasi sebagai kampium pemilu. Maka prestasi prestasi di tingkat lokal bisa di katakan sebagai indikasi awal bagaimana sesungguhnya peluang sebuah partai di kancah nasional. Megawati tampaknya sangat serius menggarap even even lokal seperti ini. Berbeda dengan Partai Demokrat yang walaupun merupakan pemenang pemilu dan pemilik kursi terbanyak di legislatif pusat hingga daerah, tapi dalam banyak ajang nyatanya kurang percaya diri. PDI Perjuangan cukup unik. Dia hanya bersedia koalisi jika kursi di DPRD tidak memungkinkan untuk mengusung sendiri, tapi kalau di rasa cukup, PDI Perjuangan lebih memilih melaju sendirian. Tidak ada rasa takut sedikitpun, walau akhirnya harus di keroyok oleh gabungan partai partai politik.

Ketiga, Megawati ingin memberikan pelajaran berharga bagi perpolitikan tanah air. Sejelek apapun, sekorup apapun, partai politik tetaplah merupakan wadah utama bagi proses kaderisasi calon calon pemimpin bangsa. Dari partai politik inilah masa depan sebuah bangsa di tentukan. Negara yang kuat haruslah di topang oleh partai politik yang kuat, solid, terstruktur dan di kelola dengan baik. Partai yang buruk secara organisasi, mustahil akan melahirkan calon pemimpin yang handal. Apa yang di lakukan oleh Megawati, adalah pelajaran yang sangat berharga. Dalam politik, opportunity kadang menguntungkan, minimal untuk jangka pendek. Tapi menina bobokan dalam jangka panjang. Mereka yang di didik melalui proses berjenjang dalam sebuah organisasi tentu berbeda dengan calon pemimpin yang tiba tiba masuk lalu menduduki posisi penting. Kemelut di partai Demokrat saya pikir bisa di jadikan referensi bagi kita semua. Partai yang di bangun tanpa melalui proses kaderisasi yang baik, nyatanya dalam sekejap bisa hancur lebur di landa konflik. Ibarat sebuah tim sepakbola, taburan bintang ternyata tidak selamanya menjamin kemenangan jika pengorganisasiannya di lakukan secara buruk.


Pilgub Bali, Pembuktian Kapasitas Megawati ?

Setelah kekalahan PDI Perjuangan di Jawa Barat dan Sumut, partai yang komandani Presiden ke 5 RI ini kembali mengusung sendirian jagonya di ajang pilgub Bali. Adalah Anak Agung Puspayoga – Sukrawan, yang merupakan kader internal PDI Perjuangan yang di gadang gadang bisa menjungkalkan sang petahana Made Mangku Pastika – Ketut Sudikerta. Hampir semua partai politik yang memiliki kursi di DPRD I Bali berada di kubu Pasti Kerta (Pastika – Sudikerta), sementara pasangan Puspayoga (wagub Bali sekarang) dan Sukrawan hanya di usung sendirian oleh PDI Perjuangan.

Secara matematis, pasangan Puspayoga – Sukrawan (PAS) memiliki modal 43,63%. Itu jika di lihat dari perolehan kursi DPRD I PDI Perjuangan pada pemilu 2009 silam. Sementara lawannya, Pastika – Sudikerta  di usung hampir semua partai pemilik kursi DPRD I (Partai Golkar, Partai Demokrat, Partai Amanat Nasional , Partai Hati Nurani Rakyat, Partai Nasional Benteng Kerakyatan, Partai Karya Perjuangan, Partai Karya Peduli Bangsa, dan Partai Pakar Pangan) memiliki kursi DPRD I Bali sejumlah 30 kursi (54,5%). Mengacu pada perimbangan kursi di legislatif, tentu kubu Pasti Kerta lebih unggul. Akan tetapi seperti halnya pilkada di tempat lain, faktor partai bukanlah satu satunya penentu kemenangan. Figur kandidat biasanya juga menjadi acuan penting bagi kemenangan calon.

Secara kecil kecilan kami mengadakan survey melalui jejaring sosial (facebook) untuk mengukur elektabilitas calon. Responden kami ambil secara acak. Sebagian adalah responden yang berteman dengan akun kami, sebagian lagi tidak. Jumlah responden tidak banyak. Hanya 51 responden. Ini di karenakan ajang Pilgub Bali tidak termasuk dalam rencana kerja utama Team Polling Gubrak (Tampoll Gubrak). Pun demikian, hasil polling ini semoga saja bisa menjadi gambaran bagaimana sesungguhnya pertarungan antar dua calon di Bali.

Berikut Hasil Polling yang di lakukan Team Polling Gubrak pada tanggal 22 April – 4 Mei 2013



1. Ngurah Puspayoga - Sukrawan : 25 atau 49,01%

Afiliasi Politik Responden
1. PDIP : 15 (60%)
2. Gerindra : 2 (8%)
3. Hanura : 1 (4%)
4. Tidak Tahu : 7 (28%)

2. Mangku Pastika –Sudikerta : 15 atau 29,41%

Afiliasi Politik Responden
1. Golkar : 6 (40%)
2. PDIP : 2 (13,33%)
3. Gerindra : 2 (13,33%)
4. Hanura : 1 (6,66%)
5. Demokrat : 1 (6,66%)
6. PKPI : 1 (6,66%)
7. Tidak Tahu : 2 (13,33%)

3. Belum Menentukan : 11 atau 21,56%

Total : 51
Margin Error : 5 %

Dari survey yang walaupun jumlahnya belum bisa di katakan memenuhi syarat, akan tetapi ada yang menarik bagi kami. Yaitu pertempuran antara PDI Perjuangan dan Partai Golkar. 60% pemilih pasangan PAS adalah pendukung PDI Perjuangan, sementara 40% pemilih pasangan Pasti Kerta adalah simpatisan Partai Golkar. Rivalitas ini kemungkinan akan berlanjut di pemilu 2014. Dimana Golkar tetap menjadi rival terdekat bagi PDI Perjuangan dalam berebut pengaruh di Bali. Namun demikian, ini hanya sekedar polling. Bukan hasil resmi. Segala sesuatunya bisa saja berubah di detik detik terakhir.

Bagi Megawati, Bali adalah salah satu lumbung strategis dan basis tradisional PDI Perjuangan. Di tempat ini PDI Perjuangan selalu menang. Bali boleh di bilang sebagai tempat yang pas untuk menguji kemampuan mesin PDI Perjuangan dalam mengamankan basisnya. Pilkada kali ini juga menjadi pintu masuk bagi perhelatan selanjutnya di tempat lain semisal Jawa Tengah. Di mana PDI Perjuangan juga mengusung calonnya tanpa koalisi. Kalau PDI Perjuangan sukses mengunci Bali, boleh jadi partai ini juga memiliki peluang mengunci Jawa Tengah. Tap jika gagal, kans Ganjar Pranowo – Heru Sudjatmoko di Jateng kemungkinan juga terancam. Dan imbas lainnya bisa jadi juga akan mengancam peluang calon usungan PDI Perjuangan di Jawa Timur.


Oleh : Dhan Gubrack, analis Politik Gubrak dan Direktur Team Polling Gubrak (Tampoll Gubrak)

Tidak ada komentar