Breaking News

Makanan Impor Bikin Goblok !!!

"Ojo pisan pisan nebang wit ringin pinggir sendang. Kui ono sing nunggu"
(Jangan coba coba menebang pohon beringin pinggir telaga. Karena itu ada penunggunya)

"Ojo bengak bengok tengah alas, mengko mundak kesurupan"
(Jangan berteriak di tengah hutan, nanti kamu kesurupan)

"Ojo mbuwang siso panganan, mengko anak turunmu podo padudon".
(Jangan membuang sisa makanan, nanti keturunanmu akan saling bertengkar)

"Ojo nganggo klambi karo mlaku, mengko gegayuhanmu ora kelaksanan".
(Jangan memakai baju sambil berjalan, nanti cita citamu tidak terlaksana)

Sambal Petai, makanan khas Indonesia (Pict : eatingasia.typepad.com )

Pernah mendengar nasehat nasehat seperti di atas ?.
Yang terkesan tidak masuk akal, berbau mistis dan asal asalan ?.
Ya. Ada banyak sekali nasehat nasehat yang oleh orang orang tua dulu di berikan kepada anak cucunya. Bagi kita yang hidup di era modern, di mana ilmu pengetahuan berkembang begitu pesat, nasehat nasehat itu terkadang di anggap sesuatu yang remeh temeh. Bahkan tak jarang sebagian kita menganggapnya sebagai bagian ajaran mistis, bid'ah atau malah musyrik yang bertentangan dengan ajaran agamanya. Sebagian lagi, yang menggandrungi pendidikan sekuler lagi menganut budaya modern dengan nada sinis mencerca "hare gene percaya klenik ??".

Memang, hak setiap orang untuk percaya atau tidak percaya dengan hal hal demikian. Karena apapun dan dari manapun sebuah petuah itu berasal, jika tidak menghasilkan manfaat, maka akan sia sia belaka. Jadi bukan klenik atau tidak, syar'ie atau tidak, bid'ah atau tidak, tapi apa yang di hasilkan dari sebuah peristiwa. Ibarat orang hendak bepergian, apapun kendaraan dan sarananya, asal bisa sampai tujuan, maka ia boleh di sebut telah menuju ke tempat yang tepat.

Dalam agamapun, sebuah tradisi seringkali di bangun dari sebuah pemahaman yang di anggap irrasional. Pengharaman babi misalnya, ternyata memiliki sejarah yang unik. Dahulu kala, babi merupakan makanan yang lezat dan menjadi favorit bangsa Yahudi. Mereka yang mengkonsumsi babi di anggap memiliki kelas dalam strata masyarakat. Kenapa ?. Karena tidak semua orang bisa merasakan lezatnya daging binatang itu. Selain harganya yang relatif lebih mahal, untuk mendapatkannya juga susah. Babi tidak bisa di pelihara di tempat tinggal mereka. Babi harus di datangkan dari daerah luar seperti Syria ataupun Mesir. Mahalnya daging babi inilah yang membuat para tetua Yahudi kemudian memutuskan untuk mengharamkan daging babi.

Jadi tidak seperti yang selama ini banyak di dengungkan orang. Yang keharamannya lebih di sebabkan karena bahaya yang terkandung dalam daging babi. Melainkan memiliki sejarah yang secara ilmiah sebenarnya bisa di jelaskan. Sayangnya, sedikit dari kita yang mau menyelidiki dengan bijak maksud dari pengharaman daging babi. Mereka yang kurang kreatif hanya sekedar beralasan bahwa itu perintah Tuhan.

Sama halnya dengan nasehat nasehat orang dulu yang oleh banyak anak anak muda sekarang di anggap sebagai sebuah kepercayaan kuno dan mistis. Sebagian kita tidak bersedia menelisik lebih jauh tentang maksud dari semua petuah itu.

Misalnya nasehat untuk tidak menebang pohon di pinggir telaga. Nasehat itu tidak sekedar di landaskan pada ada atau tidaknya roh halus penunggu hutan. Tetapi karena sudah melewati penelitian dan pengalaman yang panjang. Dalam teori ilmu modern, keberadaan pohon di sekitar oase memiliki peranan yang sangat vital. Akar dari pohon itu berfungsi sebagai alat radar pencari sumber air. Akar pohon selalu bergerak menuju tempat di mana cadangan air melimpah. Dia juga berfungsi sebagai pembuka jalur aliran air. Jadi kalau pohonnya di tebang dan mati, jalur air akan terhenti dan telaga lambat laun akan menyusut.

Lantas kenapa menasehatinya dengan cara yang tidak masuk akal dan cenderung menakut nakuti ?. Seperti yang kita tulis di atas, bahwa yang utama adalah tujuannya. Bukan proses atau alat yang di pakai untuk mencapai tujuan. Orang orang dulu masih terbelakang. Ilmu pengetahuan belum berkembang. Mereka cenderung lebih patuh jika di takut takuti daripada di jelaskan secara ilmiah. Berbeda kondisinya dengan jaman sekarang. Yang semua hal menuntut penjelasan logik.

Sekali lagi, yang terpenting adalah tujuan. Penjelasan yang rasional belum tentu mengantarkan sesuatu pada tujuan sebab masih banyak faktor yang membuat seseorang terpaksa melanggar. Ambil contoh kasus pembalakan hutan. Siapa yang tidak tahu kalau penggundulan hutan akan mengakibatkan bencana bagi umat manusia ?. Semua orang tahu, tapi nyatanya perusakan hutan tetap di lakukan. Maka dalam kasus ini, penjelasan ilmiah ternyata juga bisa gagal. Sementara orang dulu dengan cara sederhana dan sedikit menggunakan sentuhan mistis, nyatanya berhasil. Jangankan menebang hutan, berteriak atau sekedar bersiulpun tidak boleh. Karena mereka takut terkena kutukan dari perbuatannya. Penjelasan irrasional dalam kasus tertentu nyatanya lebih efektif.

Kaitannya jargon di atas. Makanan Impor Bikin Goblok. Ini hanya sekedar satu contoh sindiran saja. Agar kita mencari cara untuk meningkatkan kemampuan dalam bidang swasembada pangan. Secara logika, semua dari kita paham bahwa masalah pangan bukan sesuatu yang rumit. Kita memiliki lahan luas, tanah subur, air cukup, yang memungkinkan kita untuk mandiri di bidang pangan. Namun demikian, ternyata segala pengetahuan yang logik itu tidaklah serta merta menjadikan kita mampu mewujudkannya, bukan ?.

Impor pangan masih terus berlangsung, kelangkaan bahan makanan masih menjadi momok bagi kita semua. Tak jarang kita justru merasa enjoy dengan mengkonsumsi barang barang impor yang manfaatnya kadang biasa biasa saja. Hanya karena merasa ada prestise saja, kita begitu menggilai produk asing. Padahal jika kita mau, kita bisa membuat produk itu dengan manfaat dan citarasa yang lebih hebat.

Secara teoritis, jargon 'makanan impor bikin goblok' memang tidak rasional. Tapi jika kita pelajari lebih luas lagi, ada kebenaran di balik itu. Di sana ada nasehat tentang ketahanan pangan, di sana ada kepentingan ekonomi, dan di sana juga ada alasan yang menjelaskan secara medis.

Orang cerdik pandai bersabda :

Obatmu ada dalam dirimu, tetapi kau tak melihatnya
Penyakitmu ada dalam dirimu tapi kau tak menyadarinya
Kau sangka dirimu materi yang mungil,
padahal di dalam dirimu terangkum alam yang besar

Kalimat di atas memiliki makna yang luar biasa luas. Obatmu ada dalam dirimu, tetapi kau tak melihatnya. Penyakit dan obat di ciptakan berdampingan. Penawar bisa ular berada dalam diri ular. Demikian juga dengan penyakit yang lain. Obatnya sudah pasti berkaitan dengan sumber penyakit itu sendiri. Makanya ketika ada lalat masuk ke dalam minuman, kita di anjurkan untuk mencelupkan sekalian binatang itu sebelum kita buang keluar.

Maka, menjadi ironis ketika kita di cipta dari benih kedua orang tua, yang keduanya memakan hasil bumi di sekitarnya, meminum air dari sumber tanah sekitarnya, di sembuhkan dari segala penyakit berkat obat di sekitar, tetapi kita sendiri dengan begitu percaya dirinya mengkonsumsi sesuatu yang berasal dari luar tanah air kita. Karena obatmu ada dalam dirimu, maka ketika dalam dirimu sudah di cemari dengan apa apa yang berasal dari luar habitatmu, kemana lagi kamu mencari obatnya.

Air yang paling mujarab bukan air yang berasal dari pedalaman hutan amazon
Bukan pula dari aliran sungai Gangga di India
Atau dari pancaran oase negeri Mekah
Tapi air yang paling mujarab ada di sekitarmu

Makanan paling lezat dan membuat otakmu cerdas
Bukan pizza dari Italia
Bukan ayam yang di bumbui khas Amerika
Bukan apapun yang berasal dari luar sana
Tapi makanan yang akan membuatmu sentausa ada di sekitarmu

Obat yang paling manjur
Bukan yang berasal dari negeri tirai bambu
Bukan obat kimia yang di ciptakan ahli medis barat
Bukan....bukan...
Tapi obat yang manjur adalah yang berada di sekitarmu

Para cerdik pandai terdahulu
Yang menciptakan Borobudur dengan demikian megahnya
Yang melintasi satu samudra ke samudra lain
Yang merangkai pulau satu dengan yang lain
Yang membentuk kerajaan besar dan di segani dunia
Asupan dalam otaknya bukan berasal dari negeri seberang
Tapi dari hasil yang keluar di bumi sekitarnya

Lalu,
Masihkah kita gandrung dengan makanan asing ?

Tidak ada komentar