Rokok dan Perlawanan Terhadap Hegemoni Asing
Jum'at pagi kemarin (21/06) Team Polling Gubrak menggelar
survey yang temanya tentang rokok, miras dan narkotika. Melalui sms kami
mewawancarai tak kurang dari 75 Gubraker seIndonesia, dengan usia
minimal 18 - 50 tahun. Dan hasilnya sebagai berikut :
A. Rokok
1. Perokok Aktif : 40%
2. Pernah Merokok : 20%
3. Tidak Pernah : 40%
B. Miras
1. Konsumen Aktif : 8%
2. Pernah Mengkonsumsi : 14%
3. Tidak Pernah : 78%
C. Narkotika
1. Konsumen Aktif : 5%
2. Pernah Mengkonsumsi : 10%
3. Tidak Pernah : 85%
*Pernah : Berarti pernah mengkonsumsi tapi saat ini tidak lagi.
Dari
wawancara Tampoll Gubrak (Team Polling Gubrak) terungkap fakta bahwa
rata rata konsumen rokok menghabiskan satu bungkus (12 batang) dalam
satu hari. 94% mengkonsumsi rokok kretek (mengandung cengkeh), sisanya
rokok impor atau rokok yang tidak menggunakan cengkeh sebagai bahan
baku.
Temuan lain dari survey ini adalah pendapat tentang
perlu atau tidaknya rokok di haramkan atau di larang. Pertanyaan ini
terutama kami ajukan kepada mereka yang masuk kategori 'Tidak Pernah'
mengkonsumsi rokok. Dan hasilnya, 60% responden yang bukan perokok
menyatakan bahwa fatwa haram rokok tidak di perlukan. Alasannya karena
agama tidak secara jelas melarang, dan juga faktor ekonomi di mana
banyak sekali rakyat yang menggantungkan ekonominya dari industri rokok.
Untuk
minuman keras dan narkotika, hampir kebanyakan responden menyatakan
setuju itu di larang. Namun ada catatan penting mengenai apakah pemakai
atau pengguna barang tersebut boleh di jerat hukum atau tidak. Untuk
masalah ini (terutama narkotika), sebagian besar responden menyatakan
bahwa konsumen tidak selayaknya di hukum. Yang harusnya di hukum adalah
pengedar dan produsen barang barang itu.
Pict : kaskus.co.id
ROKOK, ASAP SURGA NAN MENGGIURKAN
Tidak
jelas kapan pertama kali manusia mengenal tradisi merokok. Sumber
tertentu mengatakan bahwa bangsa Indonesia pertama kali mengenal rokok
ketika bangsa Eropa datang ke Indonesia. Namun bangsa Eropa sendiri
konon bukanlah yang pertama kali mengkonsumsi rokok. Suku Maya di
Amerika latin konon sudah mengenal tradisi merokok ribuan tahun lalu.
Rokok oleh para tetua suku Maya di pakai untuk melakukan upacara upacara
ritual. Apakah berarti suku Maya adalah manusia pertama yang
mengkonsumsi asap temabakau itu ?. Belum tentu juga.
Terlepas
dari persoalan di atas, industri rokok di Indonesia harus di akui
sebagai salah satu industri terkemuka dan menjadi salah satu penyumbang
pajak terbesar untuk negara. Setiap tahun cukai rokok (pajak) menyumbang
pemasukan bagi negara tak kurang dari 100 trilyun. Ini data resmi dari
pemerintah. Riilnya bisa jadi akan lebih dari itu. Angka yang cukup
menggiurkan, bukan ?.
Tapi besarnya sumbangan yang di
berikan pada negara nyatanya tidak linier dengan kesejahteraan para
petani tembakau maupun buruh rokok di tanah air. Sebagaimana nasib buruh
dan petani pada umumnya, nasib petani tembakau dan buruh rokok tetap
saja kurang mendapat perhatian. Apalagi dalam banyak kasus, upaya untuk
menghapus atau setidaknya melemahkan industri rokok terus di lakukan
oleh sebagian pihak dengan alasan alasan tertentu. Misalnya, rokok
secara medis di katakan lebih banyak merugikan daripada memberi manfaat.
Alasan ini tentu harus di uji secara teliti dan komprehensif. Jangan
sampai karena kesalahan menganalisa efek rokok, justru merugikan pelaku
industri rokok yang jumlahnya sangat besar.
Perang Bisnis Rokok
Selain
besarnya konsumen rokok dalam negeri yang menurut taksiran mencapai 30%
dari jumlah penduduk, atau 40% versi survey Gubrak, produk berbahan
baku tembakau dan cengkih ini nyatanya juga menjadi favorit di luar
negeri. Di Amerika misalnya, 90% lebih masyarakat Amerika menyukai rokok
jenis kretek buatan Indonesia. Kondisi ini yang dulu sempat membuat
pemerintah Amerika gusar dan mengeluarkan regulasi yang intinya melarang
rokok kretek dan rokok beraroma lainnya beredar di sana. Hal yang sama
juga akhirnya di lakukan oleh negara Brazil dan beberapa negara lain
seperti Selandia Baru.
Terlepas dari alasan medis,
pemboikotan produk Indonesia ini konon lebih bernuansa persaingan
bisnis. Seperti kita tahu, Amerika dan Brazil merupakan negara produsen
dan konsumen rokok terbesar di dunia. Masuknya rokok Indonesia di anggap
sebagai ancaman nyata bagi industri rokok mereka. Kenapa ?. Karena
seperti yang kami tulis di atas, rokok kretek lebih di sukai konsumen
daripada produk dalam negeri mereka. Jika ini di biarkan, maka
kemungkinan besar industri rokok mereka akan gulung tikar karena di
hajar kretek.
Kebijakan itu bukan satu satunya cara yang
di lakukan asing untuk meruntuhkan hegemoni rokok kretek di dunia. Ada
beberapa kasus yang patut di duga sebagai upaya menghancurkan industri
rokok Indonesia.
Pertama, kampanye anti rokok oleh ICW
Lembaga
anti korupsi ini di duga menerima kucuran dana dari Bloomberg
Initiative untuk program kampanye anti rokok di Indonesia. Rp 400 juta
lebih dana dari lembaga yang berbasis di New York itu di kucurkan.
Dugaan lain, Bloomberg konon juga menggelontorkan dana milyaran ke
sebuah ormas keagamaan dengan agenda yang kurang lebih sama. Walaupun
tudingan ini tidak bisa di buktikan, akan tetapi aroma pelemahan
industri rokok nasional begitu kentara.
Kedua, penguasaan saham mayoritas perusahaan perusahaan rokok nasional oleh asing
Setidaknya
hingga saat ini ada 3 perusahaan rokok besar Indonesia yang sahamnya
sudah di kuasai asing. Yaitu PT HM Sampoerna Tbk yang 98% sahamnya di
miliki Philip Morris International, PT Bentoel Internasional Investama
Tbk (99% saham di pegang BAT) dan terakhir Trisakti Purwosari. Ketiga
perusahaan ini setidaknya menguasai 1/3 pangsa pasar rokok tanah air.
Keadaan ini sungguh ironis. Walaupun perusahaan itu masih beroperasi di
Indonesia, tapi sahamnya di tangan asing. Dan secara otomatis keuntungan
dari industri ini lebih banyak di nikmati asing.
Ketiga, membanjirnya impor tembakau ke Indonesia
Data
dari kementerian pertanian menyatakan bahwa pada tahun 2011 impor
tembakau kita mencapai angka 507 ton. Sementara ekspor tembakau kita
hanya berkisar 147 ton. Tragisnya, nilai impor ini dari masa ke masa
mengalami peningkatan pesat. Dan pihak pihak yang paling banyak
mengimpor tembakau dari luar negeri adalah perusahaan perusahaan rokok
milik asing yang beroperasi di Indonesia. Jadi walaupun rokok kretek
kita sukses bersaing di level dunia, tapi bahan bakunya tidak sepenuhnya
di dapat dari lahan pertanian tembakau dalam negeri.
Itu
dari segi kacamata bisnis. Dari segi medis, kita selalu di takut takuti
dengan bahaya bahaya rokok yang terkadang cenderung berlebihan. Rokok di
anggap biang keladi timbulnya berbagai macam penyakit. Kanker,
impotensi, gangguan janin, kehamilan dan lain sebagainya. Bisa jadi ada
benarnya, tapi kami pikir bukan faktor utama. Ada baiknya anda baca
artikel ini agar bisa lebih obyektif.
Penulis
tidak bermaksud ingin mengajak pembaca untuk membudayakan atau
melestarikan kebiasaan merokok. Harus di tegaskan bahwa rokok bukanlah
barang konsumsi yang vital seperti halnya makanan. Merokok hanya sekedar
kegiatan hiburan belaka. Karena sifatnya sekunder, maka yang paling di
perhatikan tentu saja bujet. Kalau tidak ada anggaran untuk merokok
karena masih banyak kebutuhan yang di perlukan, sebaiknya tidak perlu
merokok. Terutama bagi kalangan pelajar yang belum bekerja, sebaiknya
jangan merokok. Anda tetap bisa keren, bisa berkembang dan bisa bergaul
dengan leluasa walaupun tanpa merokok. Catat ya....
Tetap saja merokok itu lebih banyak kerugiannya daripada manfaatnya. Buktinya dari artikel tempo itu para ilmuwannya saja masih belum bisa menjawab hasil penelitiannya sendiri, berarti kan hasil penelitiannya itu masih belum valid.
BalasHapusrokok memang menyumbang cukai pajak yang besar,tapi kerugian yang ditanggung oleh negara juga sangat besar, mencapai 3 kali lipatnya yaitu untuk mensubsidi pengobatan penyakit akibat rokok yang diderita oleh rakyat miskin.. ironisnya ternyata di Indonesia 70% perokok adalah orang miskin yang merokok untuk bisa berkhayal jadi orang sukses dan kaya seperti yang ditayangkan dalam iklan rokok.
perokok juga cenderung menjadi egois dan tidak perduli orang lain, lihat saja, walaupun sudah ada tanda larangan merokok, tetap saja mereka merokok, dan marah kalau ditegur..
perokok juga cenderung jadi goblok, karena mereka selalu bilang, wah, aku nggak bisa mikir kalau nggak sambil merokok... tuh kan jadi goblok...
Dan nggak usah menggiring opini kalau kampanye anti rokok itu dibiayai pihak asing, mana faktanya?
itu kan alasan para perokok yang takut kesenangan duniawinya terenggut... itu juga bukti ke egoisan para perokok...
kalau menulis blog yang objective lah...
yang dari kecil diajari buang sampah di tempat sampah, juga banyak yang masih buang sampah sembarangan. goblok mana tuh?
BalasHapussaya kerja dilingkungan farmasi, yg seharusnya lebih mengerti kebersihan. tapi banyak juga staff yang masih buang sembarangan, bahkan di saluran air.
klo perokok yg ditegur malah marah biasa nya orang yang tingkat pendidikan moralnya rendah atau bahkan secara akademis (maaf bukan maksud melecehkan). pada saat saya kuliah, mayoritas teman2 saya adlh perokok. ketika bersama saya, mereka memaklumi untuk tidak merokok karena saya bukan perokok.
jadi bijaklah dalam menilai sesuatu. orang yang tidak merokok, tidak minum alkohol, tetapi mereka tidak sembahyang banyak juga.
mungkin bisa saya tambahkan, klo merokok memang ada manfaatnya maka lakukan seperlunya. karena yang saya tahu bahwa sesuatu yang berlebihan selalu berujung keburukan. contoh tubuh kita memerlukan glukosa (gula) tapi kalo kebanyakan juga bisa berakibat diabetes.
bijak bijaklah menanggapi sesuatu. semua hal pasti ada baik dan buruknya