Breaking News

Tribuana Tunggadewi, Sang Penakhluk dari Kahuripan


Penulis tergelitik dengan statemen salah satu responden Team Polling Gubrak (Tampoll Gubrak) yang mengatakan bahwa Jawa Timur adalah wilayah santri. Dalam Islam, tidak selayaknya perempuan jadi pemimpin. Adalagi responden yang dengan sangat percaya diri mengatakan bahwa Jawa Timur tidak akan maju kalau di pimpin perempuan. Selain itu bertentangan dengan aturan agama, juga bertentangan dengan kodrat wanita sebagai makhluk yang lemah.

Pernyataan pernyataan ini menurut penulis sangat tidak berdasar. Di samping NU sendiri pernah mengeluarkan fatwa kebolehan wanita menjadi gubernur, Jawa Timur di masa silampun faktanya pernah memiliki pemimpin perempuan. Bukan sekedar gubernur atau bupati. Tapi pucuk pimpinan tertinggi. Dialah Tribuana Tunggadewi atau juga disebut Dyah Gitarya. Raja Majapahit ketiga.

Nama aslinya adalah Tribuana Wijayatunggadewi. Anak dari pendiri Kerajaan Majapahit Raden Wijaya dari hasil perkawinannya dengan putri Kertanegara, Gayatri. Tahtanya berada di Kahuripan. Sebuah kawasan yang terletak di sekitar Sidoarjo dan merupakan wilayah bawahan Majapahit. Oleh karena itu, Tribuana Tunggadewi seringkali di sebut Bhre Kahuripan.
Ilustrasi Tribuana Tunggadewi

Cerita tentang tokoh sejarah yang satu ini memang jarang sekali di ketahui oleh khalayak. Masyarakat lebih mengenal kiprah Hayam Wuruk, Gajah Mada maupun pendiri Majapahit sendiri di banding mengenal sepak terjang istri dari Bhre Tumapel (Cakradara) ini. Padahal jika teliti mencerna sejarah, sejatinya peranan Tribuana Tunggadewi dalam merintis Majapahit menuju masa keemasan sangatlah besar.

Tribuana Tunggadewi adalah sosok di balik kesuksesan Gajah Mada. Sejak menjadi anggota bayangkara Majapahit, Tribuana sudah mengetahui kemampuan luar biasa yang di miliki abdinya ini. Maka ketika Tribuana di angkat sebagai ratu di Kahuripan, Gajah Mada di usulkan menjadi patih Kahuripan. Begitupun pasca meninggalnya Jayanegara akibat penyakit misterius yang kemudian di gantikan posisinya oleh Tribuana Tunggadewi, Gajah Madapun naik posisinya sebagai Mahapatih Majapahit.

Di bidang politik, prestasi raja ketiga dengan julukan Tribuanatunggadewi Maharajasa Jayawisnuwardhani ini sangatlah menarik. Dia otak di balik padamnya pemberontakan Keta dan Sadeng. Bahkan dalam kasus Sadeng, raja perempuan pertama Majapahit ini bertindak sebagai panglima perang. Tidak hanya di situ, Tribuana juga terlibat sebagai pengarah di susunnya rencana besar yang di galang Gajah Mada melalui apa yang di sebut sebagai Sumpah Palapa.

Di bawah pemerintahan Tribuana, Majapahit sukses menakhlukkan Pejeng, Dalem Bedahulu (kerajaan yang terletak di Pulau Bali) dan seluruh wilayah Bali. Tidak cukup sampai di situ, Tribuana juga sukses menakhlukkan Kerajaan Melayu, Sumatera.
Dyah Gitarya Dalam Game Strategi Civilizatiom 6

Prestasi moncer Bhre Kahuripan inilah yang kemudian di teruskan oleh putranya, Hayam Wuruk. Setelah di gantikan oleh Hayam Wuruk, peranan Tribuana di bidang politik tidak serta merta surut. Dia tetap menjadi pengarah cita cita agung Majapahit. Tugasnya adalah memberi masukan pada Hayam Wuruk dan seluruh nayakapraja Majapahit dalam mengatur tata kelola pemerintahan.

Dari tulisan di atas, kiranya alasan menolak kepemimpinan perempuan karena di anggap lemah sangat tidak masuk akal. Kalau perempuan Jawa Timur di anggap lemah, barangkali Tribuana Tunggadewi tidak akan pernah sanggup mengukir kesuksesan seperti yang kami kemukakan di atas. Dan barangkali Indonesia belum tentu seluas dan sehebat sekarang. Kata Bung Karno 'Jas Merah', jangan sekali kali melupakan sejarah.

Selamat berpesta demokrasi untuk warga Jawa Timur !!!

3 komentar: