Belajar Cara Berdemonstrasi Masyarakat Hongkong
”Saat dia meludahi wajahku, aku marah. Aku tidak ingin membunuhnya
lantaran amarahku. Aku tunggu sampai lenyap kemarahanku dan membunuhnya
semata karena Allah SWT".
Begitulah alasan Ali Bin Abi
Thalib ketika ia mengurungkan niatnya membunuh jagoan Quraisy, Amr bin
Abd Wad dalam Perang Khandaq. Sikap sepupu nabi ini dipicu oleh
penghinaan Amr bin Abd Wad terhadapnya ketika terlibat pertarungan satu
lawan satu. Dalam keadaan terdesak, Amr bin Abd Wad melontarkan caci
maki bahkan sempat meludahi wajah Ali bin Abi Thalib. Tak pelak, sikap
ini membuat darah muda Ali mendidih. Tapi rupanya, sikap ksatria Ali
jauh lebih mendominasi pikirannya dibanding rasa amarah. Ali akhirnya
memutuskan untuk menghentikan duel dan memilih memerangi terlebih dahulu
amarah yang ada di dadanya. Setelah amarahnya reda, baru ia kembali ke
medan perang.
Apa yang terjadi di Hongkong saat ini
mengingatkan penulis pada peristiwa Perang Khandaq 14 abad silam. Bukan
karena unjuk rasa bertajuk Occupy Central yang diikuti puluhan ribu
warga Hongkong. Bukan karena sosok pemimpin unjuk rasa yang ternyata
masih berusia belasan tahun. Dan bukan pula soal tuntutan demokrasi yang
mereka suarakan. Akan tetapi ada hal lain yang menurut penulis lebih
menarik dari itu semua. Yakni etika berdemonstrasi, etika menggunakan
ruang publik dan perilaku positif lain yang dipertunjukkan para
pengunjuk rasa.
Di berbagai surat kabar, media online,
televisi maupun informasi dari kawan kawan WNI di Hongkong, kita bisa
melihat bagaimana teratur dan terencananya unjuk rasa yang mereka
selenggarakan. Mereka tidak sekedar mengundang massa untuk hadir, tapi
juga mengkondisikan segala sesuatunya dengan baik. Menentukan tempat
mana saja yang akan digunakan untuk berunjuk rasa, mendirikan tenda
tenda untuk berkumpul, mempersiapkan logistik dan menyediakan sarana
kesehatan. Untuk mengantisipasi tindakan represif aparat keamanan,
mereka sejak dini sudah mempersiapkan diri. Bukan menyiapkan batu, bom
molotov, ketapel atau senjata tajam layaknya sebagian pelaku demonstrasi
di Indonesia, tapi yang mereka persiapkan benar benar alat untuk
mempertahankan diri. Masker dan pelindung mata untuk mengantisipasi
serangan gas air mata. Juga payung yang multifingsi. Sekedar untuk
melindungi diri dari sinar matahari, melindungi diri dari tembakan gas
air mata atau meriam air, dan jika waktu senggang mereka melukis payung
payung mereka dengan tema yang sesuai tuntutan mereka. Maka tak heran
jika gerakan Occupy Central ini seringkali dijuluki Revolusi Payung.
Hal
lain yang layak ditiru oleh kita semua dalam berunjukrasa adalah
perilaku peduli kebersihan dari para demonstran Hongkong. Dalam keadaan
segenting apapun mereka tetap peduli dengan lingkungan. Ada unit unit
khusus yang sudah dipersiapkan. Mereka membawa kantung kantung plastik
besar, memunguti sampah sampah bekas demonstran, lalu mengumpulkannya di
suatu tempat. Bukan hanya itu, para demonstran juga tidak berani
menyentuh area area yang memang dilarang. Misalnya, merusak fasilitas
publik, merusak tanaman, bahkan rumput rumput taman kotapun tidak mereka
sentuh. Penulis juga menemukan foto foto para aktifis yang bergotong
royong membersihkan dinding dinding yang di corat coret demonstran.
Responden
Gubrak di Hongkong memberitahu kami, bahwa perilaku peduli kebersihan
ini bukan saja dipertunjukkan ketika berdemonstrasi. Tapi sudah menjadi
kebiasaan sehari hari. Orang Hongkong yang menggunakan fasilitas publik
dan mencemari lingkungan dengan sampah, tak pernah lupa untuk
membersihkannya kembali. Hal seperti ini yang di negara kita jarang
ditemui. Yang seringkali terjadi malah, sampah menggunung usai unjuk
rasa, tanaman tanaman rusak, fasilitas umum hancur dan lain sebagainya.
Terakhir
adalah sikap teladan para pelajar yang turut serta dalam unjuk rasa.
Sesibuk apapun, sekeras apapun jalannya unjukrasa, para pelajar Hongkong
tak melupakan tugasnya sebagai peserta didik. Mereka membawa serta
perabotan belajar mengajar di lokasi unjuk rasa. Tak heran jika kita
menemukan di sana sini para pelajar menghabiskan waktu senggangnya
dengan membuka laptop, membaca buku dan mengerjakan tugas sekolah.
Perilaku
terpuji para demonstran ini tak pelak memunculkan banyak pujian dari
berbagai pihak. Bukan hanya warga Hongkong saja, akan tetapi dunia
memuji mereka sebagai demonstran paling sopan dan tertib.
Apakah ini bisa kita aplikasikan di negara kita ?
Jawabannya ada dipundak kita semua.
Salam demokrasi !!!!
![]() | |||||||||
Joshua Wong, Pemimpin Demonstrasi (17 tahun) |
![]() |
Jangan Salah Meletakkan Sampahnya Yaaa |
![]() |
Masker sama Kacamata jangan lupa di pakai |
![]() |
Abis demo jangan lupa angkut-angkut sampahnya.... |
Tidak ada komentar