PERANG BINTANG
Akhirnya Presiden Joko Widodo memutuskan untuk menunda pelantikan
Komjen Pol Budi Gunawan sebagai Kapolri menggantikan Jendral Pol
Sutarman. Walau demikian, Presiden tidak menganulir keputusannya untuk
memberhentikan Jendral Sutarman dari posisi puncak kepolisian. Jabatan
Kapolri di percayakan kepada wakapolri Komjen Pol Badrudin Haiti dan
berstatus sebagai pelaksana tugas (Plt) dengan masa kerja hingga di
lantiknya Kapolri baru.
Pict : www.rmol.co |
Keputusan ini tentu saja tidak
bisa memuaskan semua pihak. Akan tetapi menurut penulis, kebijakan
Presiden ini setidaknya mampu menurunkan tensi politik yang lumayan
panas beberapa hari terakhir. Di satu sisi, Presiden tidak mengabaikan
saran maupun keputusan hukum dari KPK agar tidak melantik Budi Gunawan
sebagai Kapolri. Di sisi lain, Presiden juga tidak mencederai sikap
parlemen yang meloloskan Budi Gunawan sebagai Kapolri. Dan yang lebih
penting lagi, sikap ini tentu menjawab keraguan publik terutama tudingan
bahwa Presiden tidak mampu melawan tekanan dari partai partai
pendukung.
Bola kini berada di tangan KPK. Jika KPK mampu
membuktikan 'dosa' Budi Gunawan di Pengadilan, maka selamanya jendral
bintang tiga kelahiran Solo itu tidak akan dilantik sebagai Kapolri.
Akan tetapi jika KPK gagal membuktikan tuduhannya, pelantikan Budi
Gunawan tinggal mengetok palu. Dan sekali lagi, sikap Presiden kali ini
layak untuk di apresiasi sebagai sikap cerdas dalam menghadapi
kebuntuan.
Terlepas dari penundaan pelantikan Budi Gunawan
sebagai Kapolri, ada satu hal yang mungkin saja lolos dari pengamatan
kita. Yakni di copotnya secara mendadak Komjen Pol Suhardi Alius dari
posisinya sebagai Kabareskim Polri dan di gantikan oleh Irjen Pol Budi
Waseso. Jendral termuda bintang tiga itu di pindahtugaskan ke Lemhanas.
Sebuah posisi yang menurut sebagian orang hanya sekedar jabatan hiburan.
Kasus
pencopotan Suhardi Alius inilah yang menurut penulis sedikit banyak
menyibak drama dibalik gonjang ganjing penetapan Budi Gunawan sebagai
tersangka oleh KPK. Ada dugaan bahwa jendral polisi kelahiran Jakarta
inilah yang menyebabkan Budi Gunawan di tetapkan sebagai tersangka.
Suhardi Alius di anggap bekerjasama dengan KPK dan PPATK guna mengganjal
Budi Gunawan sebagai calon Kapolri. Pernyataan pengganti Suhardi Alius
di posisi Kabareskrim, yakni Irjen Pol Budi Waseso tentang adanya
penghianat ditubuh Polri setidaknya ikut menguatkan dugaan itu. Kendati
tudingan itu langsung dibantah oleh Suhardi Alius, namun samasekali
tidak cukup untuk menutupi adanya rivalitas para bintang di tubuh Polri.
Persis seperti dugaan mantan Kapolri era Gus Dur, Jendral (purn)
Chaerudin Ismael tentang adanya perang bintang di tubuh kepolisian.
Sekarang,
tinggal bagaimana kita menunggu proses hukum di KPK. Kalau melihat
track record KPK, kemungkinan Budi Gunawan untuk lolos dari jeratan
hukum sangatlah kecil. Yang berarti peluangnya untuk memimpin institusi
kepolisian juga kecil. Prediksi penulis, nantinya Jokowi bakal memilih
lagi calon Kapolri kemudian di serahkan ke DPR. Jika kita mengacu pada
nama tersisa yang pernah di usulkan Kompolnas, setidaknya ada tiga
kandidat calon Kapolri. Yakni, Komjen Pol Putut Bayu Seno, Komjen Pol
Suhardi Alius dan plt Kapolri Komjem Pol Badrudin Haiti. Di antara
ketiga itu yang paling kecil peluangnya bisa jadi Suhardi Alius.
Mengingat ia di anggap sebagai sosok yang terlibat dalam gonjang ganjing
Polri. Itu jika Presiden kembali mengacu pada usulan Kompolnas.
Isu
terbaru, konon Menko Polhukam Tedjo Edie sudah mengajukan delapan nama
calon Kapolri ke Presiden. Di antaranya Putut Bayu Seno (Kabaharkam),
Suhardi Alius (kepala Lemhanas), Badrudin Haiti (Plt Kaporli), Dwi
Priyatno (Irwasum), Anang Iskandar (BNN), Saud Usman Nasution (BNPT),
Boy Salahudin (Sestama Lemhanas) dan Djoko Mukti Haryono (Kabaintelkam).
Sumber : dari berbagai media online
Tidak ada komentar