ISIS SIAPKAN SERANGAN MEMATIKAN DI INDONESIA
Setidaknya ada tiga hal menarik yang mengiringi pemakaman gembong teroris yang mengklaim sebagai pemimpin Mujahidin Indonesia Timur, Santoso alias Abu Wardah.
- Kemunculan spanduk 'Selamat Datang Syuhada Poso'
- Hadirnya ribuan orang dalam pemakaman di Langangan, Pesisir Poso, Sulawesi Tengah
- Merebaknya isu bahwa mayat Santoso mengeluarkan bau wangi
Pict : CNN Indonesia |
Tanggapan publik atas kejadian itu beragam, namun intinya sebagian besar merasa khawatir melihat antusiasme warga yang mengikuti prosesi pemakaman. Publik menyimpulkan bahwa di negeri ini masih banyak simpatisan maupun pendukung teroris. Sesuatu yang menurut penulis sangat wajar. Namun ada baiknya fenomena ini kita sikapi dengan elegan, cerdas dan tetap waspada.
Pertama mengenai spanduk. Jika pemakaman teroris pada masa sebelumnya lebih banyak di hiasi aksi warga yang menolak pemakaman teroris di wilayahnya, tidak demikian di Poso. Spanduk sambutan bak pahlawan justru diberikan kepada Santoso. Pertanyaannya, kenapa polisi atau aparat terkait tidak berusaha mencegah itu ?.
Jawabannya, kondisi psikologis warga di Poso dan sekitarnya jauh berbeda dengan kondisi masyarakat tempat lain semisal di Jawa. Di kalangan warga Poso, terutama warga Muslim, nama Santoso memang cukup dikenal. Pada waktu konflik horisontal di Poso tahun 2000an silam, Santoso diketahui ikut terlibat dalam kelompok bersenjata. Ia bahu membahu dengan anggota milisi lain dalam berperang melawan kelompok Kristen. Oleh sebab itu tidak mengherankan jika kemudian masih ada warga yang bersimpati dengan Santoso.
Namun demikian, meski masih ada kelompok masyarakat yang bersimpati pada gerakan Santoso, menurut hemat penulis, rasanya kecil kemungkinan mereka berani menampakkan dukungannya secara terbuka. Kehadiran ribuan personel polisi dan tentara dalam operasi pengejaran Santoso beberapa bulan belakangan bahkan hingga prosesi pemakaman Santoso bakal menjadi pertimbangan tersendiri. Maka, bisa jadi yang memasang spanduk itu justru bukan simpatisan Santoso, melainkan kelompok lain atau malah aparat keamanan sendiri.
Pihak pemasang spanduk itu sepertinya ingin mengetahui seberapa besar respon masyarakat dan bagaimana sikap kelompok teroris lain yang masih berkeliaran di lapangan. Selain itu, ibarat memancing ikan besar dengan menggunakan ikan yang lebih kecil, aparat keamanan ingin mengetahui bagaimana sikap kelompok teroris di luar negeri. Respon jaringan internasional atas tewasnya Santoso bakal menjadi tolok ukur sejauh mana keterkaitan teroris dalam negeri dengan kelompok asing.
Kemudian mengenai banyaknya warga yang datang melihat pemakaman Santoso. Dalam berbagai laporan media, setidaknya ada seribuan orang yang hadir. Dari foto foto yang penulis teliti, prosesinya memang cukup meriah. Tidak jauh berbeda dengan prosesi pemakaman seorang tokoh terkenal. Sekilas, hampir kebanyakan dari mereka adalah warga biasa berpakaian sipil. Lalu, benarkah mereka semua adalah warga sipil ?. Tidak. Seperti yang kita ketahui, operasi Tinombala guna mengejar kelompok Santoso ini melibatkan ribuan personel militer dan kepolisian. Mereka ditempatkan diberbagai sisi. Di kawasan penduduk, di hutan sekitar persembunyian Santoso dan terbagi dalam beberapa kelompok. Personel keamanan ini hingga sekarang belum di tarik dari lapangan. Artinya, besar kemungkinan yang hadir di pemakaman itu adalah personel Satgas Tinombala yang menggunakan atribut sipil. Apalagi di media disebut setidaknya ada 500 polisi dan 300 tentara yang diperintahkan mengawal pemakaman Santoso.
Fenomena terakhir adalah munculnya isu bahwa jasad teroris Santoso mengeluarkan bau wangi. Penulis meyakini bahwa hal seperti ini tak lebih dari settingan pengelabuhan. Untuk mengelabuhi simpatisan teroris atau dalam bahasa lain untuk mengangkat mental mereka yang mungkin saja mulai 'ngedrop' akibat mendengar berita tewasnya rekan seperjuangannya. Kita tahu, ada banyak kepercayaan yang mengatakan bahwa jasad orang yang meninggal karena berjihad di jalan Allah akan utuh, berbau wangi, memancarkan cahaya dan sebagainya. Dan para pelaku teroris berbaju agama juga mempercayai itu. Kemunculan isu ini diharapkan menggugah semangat teroris lain yang masih beroperasi. Dan pada akhirnya akan berusaha keluar dari sarang untuk melakukan aksi lagi.
Terakhir, apakah dengan tewasnya Santoso otomatis akan mengakhiri kasus terorisme di tanah air ?. Terlalu dini untuk menyimpulkan demikian. Ada satu hal yang ke depan patut kita waspadai bersama. Yakni kemunculan WNI eks jihadis Suriah yang kemungkinan akan pulang ke Indonesia. Kepolisian menyebut ada lebih dari 200 WNI yang bergabung dengan kelompok teroris Suriah. Jika suatu saat mereka kembali, bukan tidak mungkin mereka akan melanjutkan operasinya di tanah air. Dengan pengalaman dan kemampuan tempur yang di dapat dari Suriah, mereka bakal menjelma menjadi kelompok teror yang jauh lebih kuat lagi berbahaya dari teroris sebelumnya.
Oleh : M Hafidz Atsani
Penulis adalah pelayan di Komunitas Gubrak Indonesia
Penulis adalah pelayan di Komunitas Gubrak Indonesia
Tidak ada komentar