NJAJAH DESA MILANG KORI
Filosofi ini arti harfiahnya adalah
mengelilingi desa dan menghitung pintu. Berkelana dari kampung ke
kampung dan belajar tentang kehidupan.
Tradisi seperti ini juga
sering dilakoni kalangan santri. Mengembara dari satu tempat ke tempat
lain, dari satu guru ke guru lain dan bahkan dari makam keramat satu ke
makam keramat lain. Mereka lazimnya disebut santri pengembara, santri
kelana, santri onta atau kalau istilah kekinian disebut santri
backpacker. Kegiatan seperti ini
biasanya dilakukan setelah seorang santri menyelesaikan pendidikannya di
satu tempat. Kemudian oleh gurunya atau karena keinginan sendiri
diperintahkan untuk mengembara dan mencari pengalaman.
Fase ini agaknya ditujukan agar santri belajar juga tentang ilmu
kehidupan, sebelum akhirnya mereka berhenti di satu tempat atau kembali
ke kampung halaman untuk mengamalkan apa yang telah ia dapat.
Kolaborasi antara ilmu pengetahuan dan ilmu kehidupan inilah yang akhirnya membentuk karakter para santri dalam menghadapi persoalan di masyarakat. Latar belakang tradisi seperti inilah yang barangkali membedakan kaum santri dengan siswa yang dididik secara modern. Kaum santri biasanya lebih memiliki kepekaan sosial, karena memang sejak awal membiasakan diri menyerap pengalaman hidup secara langsung. Mereka tidak hanya membekali diri dengan ilmu pengetahuan, akan tetapi juga mengujinya di tengah masyarakat.
Barangkali, inilah salahsatu penyebab kenapa santri justru lebih toleran dan moderat dalam menerapkan sebuah prinsip, hukum dan segala pranata. Karena mereka sudah terlebih dulu mengenal medan. Luasnya pengalaman juga membentuk sikap santri yang egaliter, sejuk dan tidak kagetan.
Saya kurang memahami, apakah tradis 'njajah desa milang kori' ini masih lazim dilakukan atau tidak. Tapi, melihat gelagat umat yang begitu mudahnya terkena wabah fanatisme buta, radikalisme dan intoleransi yang akut, barangkali disebabkan oleh mulai ditinggalkannya tradisi itu.
Kata kawan baikku, 'kopine kurang kenthel, dolane kurang adoh'.
Selamat hari santri ...
Oleh : Komandan Gubrak
Pelayan di Komunitas Gubrak Indonesia
Kolaborasi antara ilmu pengetahuan dan ilmu kehidupan inilah yang akhirnya membentuk karakter para santri dalam menghadapi persoalan di masyarakat. Latar belakang tradisi seperti inilah yang barangkali membedakan kaum santri dengan siswa yang dididik secara modern. Kaum santri biasanya lebih memiliki kepekaan sosial, karena memang sejak awal membiasakan diri menyerap pengalaman hidup secara langsung. Mereka tidak hanya membekali diri dengan ilmu pengetahuan, akan tetapi juga mengujinya di tengah masyarakat.
Barangkali, inilah salahsatu penyebab kenapa santri justru lebih toleran dan moderat dalam menerapkan sebuah prinsip, hukum dan segala pranata. Karena mereka sudah terlebih dulu mengenal medan. Luasnya pengalaman juga membentuk sikap santri yang egaliter, sejuk dan tidak kagetan.
Saya kurang memahami, apakah tradis 'njajah desa milang kori' ini masih lazim dilakukan atau tidak. Tapi, melihat gelagat umat yang begitu mudahnya terkena wabah fanatisme buta, radikalisme dan intoleransi yang akut, barangkali disebabkan oleh mulai ditinggalkannya tradisi itu.
Kata kawan baikku, 'kopine kurang kenthel, dolane kurang adoh'.
Selamat hari santri ...
Oleh : Komandan Gubrak
Pelayan di Komunitas Gubrak Indonesia
Tidak ada komentar