PREMANISME, NARKOTIKA dan KEHANCURAN SEBUAH BANGSA
"Dadi ben ketok nyambut gawe ngono loh, ora gur cangkem thok!!!"
(Jadi biar kelihatan bekerja gitu loh, bukan cuma ngomong doang!!!)
Saya
mencatat, kalimat ini beberapa kali di ungkapkan oleh Gus Nuril Arifin
dalam berbagai kesempatan. Sebuah nasehat atau lebih tepatnya sindiran
bagi kita semua, bahwa sudah saatnya kita tidak hanya mengetengahkan
wacana belaka. Harus ada tindakan nyata dalam mengaktualisasikan sebuah
gagasan. Sebab problematika yang ada di depan mata sudah berlangsung
begitu masif, akut, bertaut kelindan dan sangat merusak sendi sendi
kehidupan.
Kasus penembakan di Lapas Cebongan misalnya, peristiwa
itu tidak bisa di pandang hanya kasus kecil berbau balas dendam. Akan
tetapi ada sesuatu yang lebih besar lagi di balik peristiwa itu.
Pertarungan antara mafia narkoba yang melibatkan beking beking kuat di
belakangnya. Baik itu beking dari oknum korp baju coklat maupun korp
baju hijau yang kesemuanya ingin mengambil keuntungan dari legitnya
bisnis haram narkoba. Demikian statemen pengasuh Pondok Pesantren Soko
Tunggal itu dalam menanggapi isu mutakhir mengenai peristiwa Cebongan.
Lebih
lanjut Gus Nuril mengatakan, omset dari peredaran narkoba di Indonesia
ini nilainya tidak tanggung tanggung. 50 trilyun per tahun. Sebuah angka
yang tentu saja lebih besar dari alokasi APBN yang di kucurkan ke
setiap departemen kementerian yang ada kecuali Kementerian Pertahanan
(77,27T), Kementerian PU (69,14 T) dan Kementerian Pendidikan (66 T).
Sementara anggaran institusi kepolisian yang merupakan aparat paling
depan dalam pemberantasan kejahatan narkoba hanya berkisar di angka
43,4T. Maka tidak heran jika kemudian banyak aparat penegak hukum lebih
senang berkongkalingkong dengan para bandar narkoba daripada
melaksanakan tugasnya. Sebab, apa yang di dapat dari para bandar
angkanya lebih menggiurkan. Ironisnya, para penegak hukum yang terlibat
dalam bisnis haram ini levelnya tidak lagi kelas bawah, tapi sudah
menjangkiti hingga tingkat atas. Bahkan kejahatan ini konon juga
melibatkan tangan tangan asing yang menginginkan Indonesia terus
mengalami kemunduran.
Apa yang terjadi di China di tahun 1800 an
adalah contoh nyata, di mana untuk melaksanakan niatnya menguasai negeri
Tiongkok, bangsa Eropa menggunakan narkotika sebagai alat yang sangat
efektif untuk melemahkan semangat dan mentalitas bangsa China. Mereka
memperkenalkan barang haram itu tidak saja pada kalangan atas, tapi juga
pada kalangan rakyat. Maka yang terjadi adalah kehancuran moral,
ekonomi dan tatanan sosial di masyarakat. Pada titik inilah kemudian
bangsa Eropa (Inggris) menyatakan perang terhadap China. Dan bisa di
duga, hanya dalam tempo 8 tahun, daratan China jatuh ke tangan Inggris.
Ini sebenarnya yang di inginkan pihak asing pada Indonesia.
Catatan
BNN di periode 2012 menyatakan bahwa 2 dari 100 penduduk Indonesia
adalah pengguna narkotika. Artinya dari 250 juta penduduk Indonesia, 5
juta (setara dengan jumlah penduduk di Provinsi Aceh) di antaranya
adalah konsumen narkotika. Sebuah angka yang sangat mengkhawatirkan.
Tidak saja merusak kader kader bangsa, akan tetapi juga menggerus
ekonomi kita.
Oleh sebab itu di butuhkan tindakan nyata dari
seluruh elemen anak bangsa. Tidak sekedar berwacana atau memberi saran
kepada pemerintah saja, akan tetapi harus berani mendesak atau kalau
perlu memaksa pemerintah untuk melakukan tindakan yang paling keras
untuk memerangi kejahatan ini. Pelaku kriminalnya mesti di berantas,
mereka yang berada di belakang para bandar, baik itu elite politik,
birokrat maupun aparat penegak hukum harus di bersihkan.
Quote
: "Jika pengadilan di meja hukum tidak berjalan dengan semestinya, maka
yang akan terjadi adalah pengadilan jalanan" (KH Buchorie Masruri)
Tidak ada komentar